Pages

Pendidikan dan Reproduksi Hirarki Sosial

Sabtu, 31 Desember 2016


Mungkin  teoretikus paling berpengaruh dalam struktur masyarakat adalah Karl Marx (1967). Dia berpendapat bahwa kondisi material dan hubungan produksi mempunyai kekuatan penentu atas struktur dan hubungan dalam masyarakat. Khususnya, masyarakat memiliki dasar ekonomi dan infrastruktur, dimana dalam “contoh terakhir” menentukan dua level superstrukturnya, hukum dan negara bagian dan ideologi terkait. Negara bagian, melalui “aparatur negara yang bersifat menekan” (kebijakan, penjara, tentara, dan lain sebagainya) bertahan dan mereproduksi produksi industrial dalam modal dan kelas dominan.
          Namun tulisan ini bisa diinterpretasikan dalam dua cara yang berkaitan dengan pemaksaan kekuatan dalam masa dan masyarakat secara umum. Ada pandangan yang “kuat” bahwa kondisi sosial sangat determinatif sifatnya, dan bahwa manusia dipenjarakan tanpa kunci dari teori Marx yang digunakan untuk menembus kesadaran dan tekanan yang salah. Ada juga posisi determinist yang lebih lembut, dimana kemanusiaan mampu memberikan reaksi, dan dimanapun mampu menciptakan perubahan sosial (Simon, 1976). Pebedaan yang bisa dibedakan digambarkan oleh Giroux (1983) antara tradisi “strukturalis” dan “kulturalist’ dalam teori neo-Marxist, yang menekankan pentingnya struktur sosial dan ekonomi, atau budaya dan hubungannya dengan agen manusia.
Determinisme Keras
Teoretikus modern yang sangat berpengaruh dalam tradisi ini adalah Althusser (1971). Dia berpendapat bahwa sebagai tambahan pada “aparatur negara yang menindas” reproduksi sosial tergantung pada “aparatur negara ideologis”, yang meliputi pendidikan, agama, hormat pada hukum, politik, dan budaya, dan bahwa tidak ada kelas yang bisa menjaga kekuasaan tanpa memperluas hegemoni atau dominasi budaya atas area tertentu. Pendidikan merupakan “aparatur negara ideologis” paling kuat dalam mereproduksi hubungan, yang menanamkan penerimaan tenaga kerja dan kondisi kehidupan massa.
          Bourdieu dan Passeron (1977) mengajukan teori sekolah dan reproduksi masyarakat yang sesuai dengan kategori ini. Alam kaitannya dengan budaya linguistik (lebih umumnya adalah “modal budaya” khususnya penting dalam menentukan hasil pendidikan sosial, dalam kaitannya dengan keanggotaan kelas. Mereka menyebutnya “symbolic violence” dominasi budaya dari kelas pekerja yang menutupi reproduksi sosial.
          Perkembangan thesis deterministik keras yang berpengaruh yang memainkan peran ideologi adalah Bowles dan Gintis.
          Hubungan terkini antara pendidikan dan ekonomi dipastikan tidak melalui isi pendidikan namun melalui bentuknya: hubungan sosial dari pertemuan yang terkait pendidikan. Pendidikan mempersiapkan siswa untuk menjadi pekerja melalui penyesuaian antara hubungan produksi sosial dan hubungan pendidikan sosial. Seperti layaknya divisi tenaga kerja dalam perusahaan kapitalis, sistem pendidikan menilai hirarki otoritas dan kontrol dengan baik dimana kompetisi bukan kooperasi mengatur hubungan antara partisipan….urutan hirarkis dari sistem sekolah disesuaikan dengan persiapan siswa untuk posisi masa depan mereka dalam hirarki produksi, membatasi perkembangan kapasitas yang melibatkan latihan timbal balik dan partisipasi demokratik dan memperkuat ketidaksamaan sosial dengan mengesahkan tugas siswa pada tempat yang tidak sama dalam hirarki sosial.
 (Gintis dan Bowles, 1980, hal 52-53)
Sehebat apapun argumen ini, mereka dipengaruhi dua kesalahan utama. Pertama, sifatnya terlalu deterministik dalam membelenggu pendidikan pada kondisi produksi. Dalam hal ini, mereka tidak membiarkan adanya eksploitasi kekuatan berlawanan dalam kerja sistem, serta lembaga manusia atau resistansi didalamnya (Giroux, 1983). Kedua, khususnya dalam kasus Bowles dan Gintis (1976), mereka menolak sifat pengetahuan, yang sudah kita lihat sebelumnya, berkaitan dengan ideologi dan kelas, dan tidak bisa diabaikan.
Determnisme Lembut
Banyak dari pandangan yang diperlihatkan di atas tetap valid untuk pandangan reproduksi deterministik yang lebih lembut yang diperlihatkan disini. Namun, di luar determinisme struktural Gramski (1971) berpendapat bahwa dominasi masyarakat oleh satu kelas memerlukan hegemoni budaya. Ini merupakan dominasi budaya dengan pembenaran satu kelas membingungkan serta memaksakan kekuasaan dan prestisenya hegemoni seperti ini memenuhi “pengertian umum” dari massa, dan karenanya mengamankan izin dan persekongkolan yang tidak diketahui oleh mereka.
          Williams (1976) membangun konsep hegemoni, namun memberikan opini bahwa ada bentuk alternatif dan oposisi kehidupan dan budaya sosial yang mungkin menggabungkan alternatif atau bahkan bentuk yang berlawanan. Hal ini menjelaskan poin penting dan yang lebih umum yang dibuat oleh William, terkait dengan keserberagaman ideologi dan budaya. Ini semua terlalu mudah untuk jatuh dalam perangkap yang bergerak dari hegemoni pada pandangan yang sederhana dan statis dari budaya. William menekankan kompleksitasnya dan dinamikanya
          Giroux (1983) mengakui sifat kompleks dari budaya. Dia menyatakan bahwa dalam budaya sekolah ada perlawanan yang lebih dari skedar respon pada kurikulum authoritarian, dan mencerminkan agenda alternatif. Dia berpendapat berdampingan dengan Freire dan pendidik publik lainnya dimana melalui pendidikan kritis, siswa bisa dibebaskan dari kekuatan reproduktif pada kerja di sekolah.
          Secara keseluruhan, menurut pengelompokan kedua ini, kekuatan yang cenderung mereproduksi struktur hirarkis dari masyarakat diakui, seperti pentingnya budaya, ideologi dan pengetahuan. Namun hal ini dipandang memiliki peran ganda, sebagai arti penting dari dominasi dan juga makna bagi emansipasi. Sejumlah penulis telah menerapkan satu atau bentuk lain dari ide di atas pada pendidikan matematika, seperri Cooper (1989), Mellin-Olsen (1987), Noss (1989, 1989a) dan lainnya dalam Noss (1990). Noss dan Cooper menyimpulkan bahwa ini merupakan bentuk isi pendidikan matematika (misalnya kurikulum tersembunyi) yang membawa tujuan sosialnya.
          Cooper berpendapat bahwa hegemoni sekolah mempraktekkan kekuasaan negatif atas guru sekolah yang utama yang mengikat mereka pada otoritas tradisional dan pendekatan rutin pada matematika, dan pada kurikula yang berbeda yang berfungsi untuk menciptakan ulang hirarki sosial. Elemen-elemen dari kebenaran lingkaran penjelasan ini, dan memberikan pandangan yang berharga seperti bagaimana tekanan budaya mengikuti rantai kekuasaan dalam hirarki sekolah. Namun demikian, hal ini terlalu sederhana dalam tingkat keyakinan dan ideologi guru dan kelompok dengan tekanan sosial.
          Noss menunjukkan kasus yang hebat untuk thesis deterministik yang lemah dalam pendidikan matematika, dan mengidentifikasi kurikulum nasional dalam matematika yang berfungsi sebagai fungsi reproduktif yang sangat anti pendidikan (Noss, 1989, hal 1). Dia berpendapat bahwa ada kontradiksi dalam sistem yang memungkinkannya untuk berfungsi untuk tujuan pendidikan. Secara khusus, prioritas rendah disesuaikan dengan isi matematika, dalam pandangannya hal ini bisa dieksploitasi guna memperkuat pendidikan demokratis. Namun dia tidak mengakui bahwa struktur hirarkis dari isi kurikulum bertugas menciptakan ulang sebuah stratifikasi masyarakat yang hirarkis, seperti yang akan dikemukakan berikut. (Meskipun dalam Noss, 1989a, disarankan bahwa kurikulum kemampuan dasar dalam matematika untuk memberikan keterampilan tenaga kerja mengenai eksploitasi keuangan.)
          Mellin-Olsen (1987) mengakui keberadaan tenaga reproduktif dalam pendidikan matematika dan masyarakat, dan membangunnya dalam gambaran teoritis juga dalam psikologi sosial, antropologi dan psikologi. Dia menekankan, mengikuti Giddens (1979) bahwa individu menciptakan ideologi serta hidup dengan ideologi tersebut. Secara khusus, dia mengidentifikasi resistansi pada hegemoni dengan produksi ideologi alternatif dalam hal aktivitas. Dia berpendapat bahwa memperkuat pendidikan matematika harus memahami kesempatan ini: pendidikan matematika yang penting harus memberikan alat untuk berpikir bagi para pelajar untuk terlibat dalam aktivitas yang menantang ideologi implisit dari sekolah.
          Penilaian singkat tidak bisa membenarkan teori Millen-Olsen, memberikan dukungan argumen dan menghubungkannya dengan praktek. Nmaun, bisa dikatakan bahwa hal ini terbagi dalam dua area kelemahan yang sebelumnya teridentifikasi dalam penilaian reproduksi sosial. Pertama, hal ini tidak membedakan ideologi dan kepentingan kelompok sosial pada kerja kurikulum matematika. Ini mungkin terlihat tidak begitu penting untuk argumen umum yang diberikan oleh Millen-Olsen, namun hal ini sebenarnya diperlukan sebelum ideologi implisit sekolah bisa ditantang. Kedua, Hal ini tidak menggali elemen ideologi, dan di atas semua itu, tidak mempertimbangkan pandangan sifat matematika, yang sifatnya sangat penting bagi pendidikan matematika, berdasarkan pernyataan dalam buku ini.
          Secara keseluruhan, ada dukungan yang luas untuk pernyataan bahwa pendidikan membantu mereproduksi struktur masyarakat hirarkis, berfungsi dalam masalah kekayaan dan privilege. Namun, pernyataan ini perlu dipahami agar tahu kompleksitas hubungan dalam masyarakat, dan yang mengubah karakter deterministik dari bentukan asli. Pernyataan reproduksi yang diubah ini tergantung pada ideologi, sehingga ini tepat untuk menggali hubungannya dengan model ideologi pendidikan buku ini.
Pelatih industrial
Dalam hal lingkungan sosial massa, pelatih industrial secara langsung bersifat reproduktif. Karena itu, pelatihan sosial massa melalui matematika merupakan bagian persiapan untuk kehidupan tenaga kerja yang patuh. Latihan, hafalan, praktek, demarkasi dualistik antara yang benar dan yang salah, serta otoritas hirarkis yang tegas dari guru akan membantu menanamkan perkiraan dan nilai yang tepat untuk mendisiplinkan pekerja masa depan untuk peran dalam masyarakat, sedangkan strata yang lebih tinggi dari masyarakat masa depan tidak begitu diatur. Pelatihan level rendah juga memastikan bahwa masa menjadi tenaga kerja yang murah (Noss, 1989a). Sasaran inti dari kelompok ini diperoleh dari banyak kelompok yang lebih baik dan ideologinya melibatkan penjagaan kelompok sosial asli mereka dalam tempat mereka.


Humanist Lama
Humanist lama fokus pada perkembangan kemampuan serta bakat matematika dan penanaman nilai matematika murni. Hal ini mempermudah pemeliharaan dan reproduksi badan ahli matematika, yang menunjukkan porsi profesional, elit kelas menengah, dengan budaya kelas menengah yang murni. Hal ini bisa dilihat dari divisi antara kerja dengan tangan dan dengan otak, dan budaya concomittent serta pembedaan kelas (Restivo, 1985). Kelompok ini mempunyai tradisi yang lebih kuat atas isi kurikulum matematika, menjadikannya bergerak dari atas ke bawah (top down) melayani kepentingan kelompok bukan “dari bawah ke atas” melayani kepentingan semua. Dengan fokus pada kebutuhan para elit, dan keberlangsungannya, maka ideologi ini berusaha mereproduksi struktur kelas masyarakat.
          Dua kelompok ini fokus pada pemeliharaan kelompok dan batasannya. Humanist lama merupakan bagian dari kelompok profesional dari kelas menengah dengan kekuasaan ekonomi serta politik, dan dengan budaya yang kemurniaanya berfungsi untuk mendefinisikan dan mempertahankan batas kelompok. Douglas (1966) telah berpendapat secara umum bahwa kemurnian berfungsi untuk mempertahankan batas kelompok dalam hal ini, dengan dasar kerja antropologis yang luas. Tujuan dan ideologi yang paling murni dari kelompok ini sesuai dengan pola ini. Pelatih industrial yang ditujukan bagi pendidikan matematika bukanlah yang paling murni, dan juga berfungsi untuk menjaga batas kelompok disekitar masa, dan karenanya mereka memiliki batas kelompok sendiri. Hal ini terlihat tidak konsisten dalam kemurnian moral dalam tradisi Judeo-Christian (kebersihan berada disamping ketuhanan, ‘dosa asli’), berlawanan dengan kemurnian epistimologis dari humanist lama. Sehingga, konsepsi kemurnian budaya Douglas (dan isinya) sebagai respon pada ancaman batas kelompok juga diaplikasikan disini.
Pragmatists teknologis
Pragmatis teknologis tidak begitu memperhatikan penjagaan batas kelas, dan karenanya tidak begitu reproduktif. Masyarakat dipandang sebagai dasar pada kekayaan dan kemajuan, dengan mengikuti inovasi dan kemajuan teknologi. Pendidikan matematika merupakan bagian dari keseluruhan pelatihan atas populasi untuk memenuhi kebutuhan karyawan, dan tujuan sosial yang jelas bersifat meritokratik. Gerakan sosial dalam dasar pencapaian teknologi merupakan bagian dari pandangan ini, karena industri dan sektor lainnya terus meluas dan memerlukan karyawan yang terlatih dalam bidang teknologi. Namun, stratifikasi sosial dengan dasar kelas yang ada tidak dipertanyakan, dan akibatnya berbagai faktor dan perkiraan berfungsi untuk mereproduksi divisi dan stratifikasi sosial.
Pendidik progresif
Pendidik progresif ditujukan untuk matematika fokus pada perwujudan dan pemenuhan manusia melalui matematika sebagai arti dari ekspresi diri dan pengembangan personal. Penekanan dari pandangan ini sangatlah individualistik. Sedangkan hal ini diarahkan untuk kemajuan individu dalam sejumlah cara, tidak menempatkan mereka dalam matriks sosial, serta tidak mengetahui konflik pada kerja dalam masyarakat yang menggali efficacy dari pendidikan yang progresif. Sehingga meskipun pandangan bersifat progresif, namun tidak begitu menggali kekuatan reproduktif pada kerja di masyarakat dan sekolah. Faktor seperti sumber daya sekolah dan guru yang tidak sama memberikan stereotip pada siswa tidak menantang. Secara sosial, pendidik progresif memperhatikan masalah perbaikan kondisi individu, bukan pada perubahan sosial untuk memberikan kondisi emansipasi.
          Dari dua ideologi ini, yaitu bahwa pendidik progresif merupakan yang paling banyak digunakan untuk mengembangkan dan memperkuat individu, dan memudahkan kemajuan sosial yang bersifat meritokratik merupakan ide yang lebih progresif diantara dua yang ada. Selain itu, dua pandangan buta terhadap konteks sosial dan dampaknya pada kemajuan sosial. Keduanya tekait dengan pencapaian serta usaha keras individu, bertentangan dengan latar belakang hirarki sosial. Tidak ada pandangan yang mempertanyakan fakta dimana sektor yang berbeda disosialkan untuk memiliki harapan pendidikan, dan menerima bentuk pendidikan yang berbeda sesuai dengan kelas asalnya. Atau tidak juga mengakui bahwa akhirnya kurikulum yang tersembunyi cenderung mereproduksi stratifikasi karyawan dan kekayaan. Seperti yang disampaikan Millen-Olsen (1981), kelas pekerja dan siswa kelas menengah berharap serta dikondisikan untuk belajar matematika secara instrumental atau relasional.
          Hanya satu dari dua pandangan meritokratik ini yang memiliki ideologi paling murni. Ini merupakan pandangan pendidik progresif, yang menekankan kreativitas dan berpusat pada anak, berlawanan dengan kegunaan. Romantisisme dan fokus pada maslah murni dari anak-anak, memberikan kelompok yang mndefinisikan ideologi, melindungi posisi kelas menengah dari pendidik profesional. Hal ini juga berfungsi untuk menaikkan pendidik progresif dalam peran pengasuhan yang mempunyai hak istimewa dan hubungannya dengan anak dan secara analog dalam masyarakat, sebagai  profesional kelas menengah. Sehingga kemurnian dari ideologi ini bisa dilihat, Douglas untuk mengamankan batas dan minat kelompok.
Pendidik publik

Pendidik publik fokus pada penguatan pelajar, melalui matematika, menjadi otonom, warga negara penting dalam masyarakat demokratis. Kurikulum bagi pendidik matematika publik ditujukan untuk menjadi emancipatory melalui integrasi guru dan diskusi publik tentang matematika dalam konteks sosial dan politiknya, melalui kebebasan siswa untuk bertanya dan menantang asumsi tentang matematika, masyarakat, dan tempat mereka, serta penguatan mereka melalui matematika pada pemahaman dan kontrol yang lebih baik dari situasi hidup mereka. Pandangan ini sepenuhnya mengakui dampak konteks sosial dalam pendidikan dan memandang pendidikan sebagai makna pencapaian kebenaran sosial. Ada perhatian terhadap alokasi sumber daya yang tidak sama dan kesempatan kehidupan dalam pendidikan, dan perhatian pada perlawanan rasisme, seksisme dan rintangan lain pada kesempatan yang sama. Dari kelima ideologi, hanya ini saja yang merupakan pandangan perubahan sosial, mengakui ketidakadilan dari masyarakat kita yang terstratifikasi dan hirakis, dan berusaha menghancurkan siklus dengan mereproduksi atau menciptakan ulang melalui pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS