Asumsi dari teori Perry membutuhkan justifikasi dan penilaian
kritis. Survei terhadap alternatif berikut ini berfungsi untuk menempatkan
teori Perry dalam konteks yang lebih luas.
Dengan
menggunakan dasar karya Piaget pada penilaian moral anak, Kohlberg (1969) mengembangkan
hirarki perkembangan moral. Hirarki ini memiliki tiga tingkatan: pra-konvensional (moralitas egosentris),
konvensional (penilaian moral
tergantung pada norma-norma konvensional), dan pasca-konvensional dan berprinsip
(keputusan moral didasarkan pada prinsip-prinsip universal). Dua tingkat
terakhir memberikan beberapa keparalelan dengan Dualisme dan relativisme, dan ada tingkat transisi analog yang
pararel dengan Multiplisitas. Tidak diragukan lagi Perry dipengaruhi oleh
teori Kohlberg (seperti yang dia akui). Namun, teori perkembangan moral,
seperti namanya, tidak mengindahkan perkembangan epistemologis. Selanjutnya,
hal ini juga dikritik oleh Gilligan (1982) atas penekanannya pada aspek-aspek etika
terpisah (aturan dan keadilan) dengan mengorbankan nilai-nilai terhubung. Teori
ini kemudian tidak memberikan alternatif yang untuk teori Perry karena dua
alasan. Pertama, teori tersebut tidak mengindahkan
intelektual serta perkembangan moral. Kedua, teori tersebut mengangkat satu set
nilai di atas nilai lainnya, daripada membiarkannya sebagai variasi nilai.
Loevinger (1976) mengusulkan teori ‘perkembangan ego’ dengan
enam tahapan yang menunjukkan beberapa keparalelan dengan teori Kohlberg
(masing-masing dari tiga tingkatnya terdiri dari dua tahap, seperti dalam teori
Kohlberg). Teori Loevinger telah diaplikasikan terhadap perspektif
epistemologis dan etika guru, misalnya, oleh Cummings dan Murray (1989). Para
peneliti ini mengartikan pandangan guru tentang sifat pengetahuan (serta tujuan
pendidikan, dll) dalam tiga tahap terakhir (konformis, teliti, otonom).
Pendekatan mereka menawarkan beberapa keparalelan dengan teori Perry, tetapi
dengan kekuatan diskriminatif yang lebih besar, dalam hal kisaran keyakinan
pribadi. Jadi teori Loevinger ternyata memiliki potensi sebagai alat untuk
menggolongkan perkembangan intelektual dan etika. Namun, kesesuaiannya dengan
epistemologi kurang diartikulasikan dengan baik dibandingkan teori Perry.
Pengetahuan dianggap dalam berbagai istilah seperti bagian-bagiannya,
kegunaannya dan sumbernya, dan bukan dipandang dari basis, struktur dan
statusnya. Oleh karenanya teori ini kurang mampu mencakup filsafat matematika,
dan dengan demikian kurang cocok untuk studi ini. Tidak mengherankan, dalam hal
tujuan teori tersebut, pandangan ini menawarkan lebih ke tipologi perkembangan
ego, dari pada analisis struktural dari teori atau sistem kepercayaan.
Kitchener dan King (1981) memiliki teori perkembangan penilaian
reflektif. Hal ini mencakup baik tingkat perkembangan intelektual dan etika,
maupun kriteria untuk mengevaluasi penggunaannya dalam tindakan. Rincian ini
membuatnya menjadi instrumen yang berharga dalam penelitian empiris. Namun
selain kelebihan tersebut, teori ini menawarkan tidak lebih dari yang
ditawarkan model Perry, relatif terhadap
tujuan saat ini. Teori ini juga tampaknya lebih tepat diterapkan untuk anak
muda daripada terhadap perkembangan seumur hidup, untuk tingkat tertinggi mencakup
kemampuan untuk membuat penilaian obyektif berdasarkan bukti. Tingkat
perkembangan yang lebih tinggi pada Teori Perry memungkinkan perkembangan
substansial yang lebih daripada yang ditawarkan oleh skema Kitchener dan King.
Sehingga tidak ada alasan untuk mengadopsi skema ini sebagai ganti teori Perry.
Belenky et al. (1986) menawarkan teori perkembangan sebagai
alternatif teori Perry. Tahapan teori ini adalah: Kediaman, Penerimaan Pengetahuan, Pengetahuan subjektif, Pengetahuan
prosedural (termasuk alternatif dari mengetahui terpisah dan terhubung, connected
knowing and separated knowing), dan Pengetahuan yang dikonstruksi.
Tahap-tahap ini mencerminkan perkembangan individu sebagai pembuat pengetahuan,
dan bukan fitur struktural dari sistem epistemologis dan etis.
Dari berbagai
kelebihannya, teori tersebut memiliki dua cacat.
Pertama-tama, teori tersebut bersifat etnosentris seperti halnya teori Perry.
Teori tersebut hanya berbasis pada sampel perempuan, seperti sampel pada teori
Perry yang hampir secara eksklusif semuanya laki-laki. Hal ini diakui merupakan
tujuan penelitian. untuk menyeimbangkan keterpusatan laki-laki pada teori
Perry. Namun demikian, itu berarti bahwa teori ini hanya bisa melengkapi dan
bukan menggantikan teori Perry, karena lingkup nya hanya setengah dari
keseluruhan bagian kemanusiaan. Kritik kedua adalah bahwa teori tersebut tidak
begitu luas, atau tidak diartikulasikan dengan pasti seperti yang dilakukan
oleh Perry. Sebagai contoh. Belenky et al fokus pada aspek-aspek subjektif
dalam pengetahuan, dengan mengorbankan etika. Jadi teori mereka tidak
menghubungkan epistemologi dan filsafat moral terhadap keyakinan pribadi sebaik
Perry. Secara khusus, disatu sisi, teori Belenky tidak menyediakan koneksi
yang kuat yang dibuat di atas antara filsafat matematika publik dan pribadi,
dan disisi lainnya tahapan perkembangan intelektual dan etika pribadi. Untuk
alasan ini, teori Belenky et al. tidak
akan berfungsi sebagai pengganti teori Perry.
Belenky et al. menawarkan teorinya sebagai alternatif dan kritik
terhadap teori Perry, dengan alasan bahwa teori Perry bersifat gender-sentris,
yang berbasis pada pengamatan dari sampel utamanya mahasiswa laki-laki (di
Harvard). Karena bias ini, teori tersebut itu menyatakan bahwa tampangan moral
maskulin (terpisah) mendominasi teori Perry, dan bahwa prospek moral feminin
(terhubung) dihilangkan. Saya. tidak menerima kritik ini sebagai pembatal teori
Perry. Kohlberg menawarkan keadilan sebagai nilai tertinggi. Gilligan
berpendapat bahwa keterhubungan manusia harus ditempatkan lebih rendah. Seseorang
juga dapat berpendapat bahwa kehormatan adalah nilai tertinggi, seperti pada
beberapa suku asli Amerika. Pastilah nilai tertinggi lainnya juga ada. Teori
Perry, dengan berfokus pada bentuk dan struktur sistem kepercayaan etis, dan
jenis pertimbangan etis yang dipakai oleh individu, memberikan kesempatan set
nilai-nilai khusus yang diadopsi. Jadi baik nilai terhubung dan terpisah yang
dibedakan oleh Gilligan konsisten dengan posisi Relativisme.
Salah satu inovasi Belenky et al. adalah mengaitkan perspektif
moral Gilligan (1983) dengan tingkat perkembangan epistemologis. Hal ini
merupakan jalur yang telah diikuti di sini, yaitu dalam posisi Relativisme.
Namun, hal ini juga melampaui teori Perry, yang lebih menekankan pada bentuk
daripada isi kerangka ideologis, sebagaimana yang telah kita lihat. Proposal
yang diberikan di atas juga memperkenalkan set nilai-nilai yang khusus: nilai
terpisah dan terhubung dan sintesis-sintesisnya, dan nilai-nilai keadilan
sosial. Pengenalan nilai-nilai ini melengkapi teori Perry, dan mengisi Relativisme ke dalam ideologi tertentu.
Pararel antara ideologi dan tahapan kedua teratas dari model Belenky dkk juga
dapat ditemui.
Meskipun terdapat
beberapa alternatif bagi skema Perry, alternative dalam konteks ini tersebut
tidak menawarkan alternatif yang lebih baik. Terdapat teori lebih lanjut
tentang perkembangan intelektual atau etika, seperti Selman (1976), tetapi
teori tersebut tidak menawarkan suatu kategorisasi perspektif yang berguna
seperti yang diberikan di atas.
Meskipun teori Perry
lebih disukai dari teori perkembangan intelektual atau etika lainnya, ada dua
peringatan diperlukan. Pertama-tama, adopsi dari teori Perry adalah merupakan
asumsi kerja. Teori ini diadopsi dalam semangat pandangan pengetahuan hipotetiko-deduktif. Teori ini
menyediakan sarana yang sederhana namun bermanfaat dalam hubungan antara
filsafat matematika dengan sistem kepercayaan subyektif. Kedua, karena
kesederhanaan, teori itu sangat mungkin dipalsukan. Teori ini berpendapat bahwa
secara keseluruhan perkembangan intelektual dan etis masing-masing individu
dapat diletakkan pada skala linier sederhana. Masalah dengan hal ini adalah
bahwa himpunan bagian yang berbeda dari keyakinan mungkin dapat diletakkan pada
tingkat yang berbeda pada skala. Jadi, misalnya, dua guru pelajar secara
keseluruhan mungkin berada pada tahap yang sama dalam perkembangan intelektual
dan etika. Namun, jika satu diantara meraka adalah seorang spesialis matematika
dan yang lainnya bukan, filosofi matematika pribadi mereka mungkin dapat diidentifikasi
dengan tingkatan Perry yang lainnya. (Kasus hipotetis ini konsisten dengan data
di Ernest, 1939a).
Teori Piaget tentang
perkembangan kognitif dalam beberapa aspek bersifat analog terhadap teori
Perry. Teori tersebut menawarkan skala perkembangan linier tunggal terdiri dari
sejumlah posisi tetap. Sebuah kritik kuat terhadap teori Piaget adalah bahwa
aspek-aspek yang berbeda dari perkembangan individu dapat digambarkan dengan
posisi yang berbeda dalam urutan perkembangan (Brown dan Desforges, 1979).
Piaget mengakui adanya fenomena ini, menyebutnya dengan 'decalage', dan mencoba
untuk mengasimilasikannya ke dalam teorinya. Namun hal itu merupakan menjadi
melemahnya teori Piaget, karena hal itu berarti bahwa keseluruhan tingkat
kognitif individu tidak bisa lagi digambarkan secara unik. Keadaan analog suatu
masalah dapat digambarkan dengan teori Perry, karena karakterisasi sederhana
dari posisi atau tingkat perkembangan intelektual dan etis individu. Komponen
yang berbeda dari perspektif individu juga mungkin ditempatkan pada tingkat
yang berbeda. Terutama ketika epistemologi dari disiplin tunggal, seperti
matematika, terisolasi dari posisi intelektual dan etika secara keseluruhan.
Jadi meskipun teori Perry diadopsi sebagai alat yang kuat dan berguna, tetap
diakui bahwa tujuan teori tersebut dapat dipalsukan, dalam hal ini
sama seperti teori Piaget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar