Pages

Penilaian Teori Perry dan Alternatif-nya

Sabtu, 10 Desember 2016

Asumsi dari teori Perry membutuhkan justifikasi dan penilaian kritis. Survei terhadap alternatif berikut ini berfungsi untuk menempatkan teori Perry dalam konteks yang lebih luas.
Dengan menggunakan dasar karya Piaget pada penilaian moral anak, Kohlberg (1969) mengembangkan hirarki perkembangan moral. Hirarki ini memiliki tiga tingkatan: pra-konvensional (moralitas egosentris), konvensional (penilaian moral tergantung pada norma-norma konvensional), dan pasca-konvensional dan berprinsip (keputusan moral didasarkan pada prinsip-prinsip universal). Dua tingkat terakhir memberikan beberapa keparalelan dengan Dualisme dan relativisme, dan ada tingkat transisi analog yang pararel dengan Multiplisitas. Tidak diragukan lagi Perry dipengaruhi oleh teori Kohlberg (seperti yang dia akui). Namun, teori perkembangan moral, seperti namanya, tidak mengindahkan perkembangan epistemologis. Selanjutnya, hal ini juga dikritik oleh Gilligan (1982) atas penekanannya pada aspek-aspek etika terpisah (aturan dan keadilan) dengan mengorbankan nilai-nilai terhubung. Teori ini kemudian tidak memberikan alternatif yang untuk teori Perry karena dua alasan. Pertama, teori tersebut tidak mengindahkan intelektual serta perkembangan moral. Kedua, teori tersebut mengangkat satu set nilai di atas nilai lainnya, daripada membiarkannya sebagai variasi nilai.
Loevinger (1976) mengusulkan teori ‘perkembangan ego’ dengan enam tahapan yang menunjukkan beberapa keparalelan dengan teori Kohlberg (masing-masing dari tiga tingkatnya terdiri dari dua tahap, seperti dalam teori Kohlberg). Teori Loevinger telah diaplikasikan terhadap perspektif epistemologis dan etika guru, misalnya, oleh Cummings dan Murray (1989). Para peneliti ini mengartikan pandangan guru tentang sifat pengetahuan (serta tujuan pendidikan, dll) dalam tiga tahap terakhir (konformis, teliti, otonom). Pendekatan mereka menawarkan beberapa keparalelan dengan teori Perry, tetapi dengan kekuatan diskriminatif yang lebih besar, dalam hal kisaran keyakinan pribadi. Jadi teori Loevinger ternyata memiliki potensi sebagai alat untuk menggolongkan perkembangan intelektual dan etika. Namun, kesesuaiannya dengan epistemologi kurang diartikulasikan dengan baik dibandingkan teori Perry. Pengetahuan dianggap dalam berbagai istilah seperti bagian-bagiannya, kegunaannya dan sumbernya, dan bukan dipandang dari basis, struktur dan statusnya. Oleh karenanya teori ini kurang mampu mencakup filsafat matematika, dan dengan demikian kurang cocok untuk studi ini. Tidak mengherankan, dalam hal tujuan teori tersebut, pandangan ini menawarkan lebih ke tipologi perkembangan ego, dari pada analisis struktural dari teori atau sistem kepercayaan.
Kitchener dan King (1981) memiliki teori perkembangan penilaian reflektif. Hal ini mencakup baik tingkat perkembangan intelektual dan etika, maupun kriteria untuk mengevaluasi penggunaannya dalam tindakan. Rincian ini membuatnya menjadi instrumen yang berharga dalam penelitian empiris. Namun selain kelebihan tersebut, teori ini menawarkan tidak lebih dari yang ditawarkan model Perry, relatif  terhadap tujuan saat ini. Teori ini juga tampaknya lebih tepat diterapkan untuk anak muda daripada terhadap perkembangan seumur hidup, untuk tingkat tertinggi mencakup kemampuan untuk membuat penilaian obyektif berdasarkan bukti. Tingkat perkembangan yang lebih tinggi pada Teori Perry memungkinkan perkembangan substansial yang lebih daripada yang ditawarkan oleh skema Kitchener dan King. Sehingga tidak ada alasan untuk mengadopsi skema ini sebagai ganti teori Perry.
Belenky et al. (1986) menawarkan teori perkembangan sebagai alternatif teori Perry. Tahapan teori ini adalah: Kediaman, Penerimaan Pengetahuan, Pengetahuan subjektif, Pengetahuan prosedural (termasuk alternatif dari mengetahui terpisah dan terhubung, connected knowing and separated knowing), dan Pengetahuan yang dikonstruksi. Tahap-tahap ini mencerminkan perkembangan individu sebagai pembuat pengetahuan, dan bukan fitur struktural dari sistem epistemologis dan etis.
Dari berbagai kelebihannya, teori tersebut memiliki dua cacat. Pertama-tama, teori tersebut bersifat etnosentris seperti halnya teori Perry. Teori tersebut hanya berbasis pada sampel perempuan, seperti sampel pada teori Perry yang hampir secara eksklusif semuanya laki-laki. Hal ini diakui merupakan tujuan penelitian. untuk menyeimbangkan keterpusatan laki-laki pada teori Perry. Namun demikian, itu berarti bahwa teori ini hanya bisa melengkapi dan bukan menggantikan teori Perry, karena lingkup nya hanya setengah dari keseluruhan bagian kemanusiaan. Kritik kedua adalah bahwa teori tersebut tidak begitu luas, atau tidak diartikulasikan dengan pasti seperti yang dilakukan oleh Perry. Sebagai contoh. Belenky et al fokus pada aspek-aspek subjektif dalam pengetahuan, dengan mengorbankan etika. Jadi teori mereka tidak menghubungkan epistemologi dan filsafat moral terhadap keyakinan pribadi sebaik Perry. Secara khusus, disatu sisi, teori Belenky tidak menyediakan koneksi yang kuat yang dibuat di atas antara filsafat matematika publik dan pribadi, dan disisi lainnya tahapan perkembangan intelektual dan etika pribadi. Untuk alasan ini, teori Belenky et al. tidak akan berfungsi sebagai pengganti teori Perry.
Belenky et al. menawarkan teorinya sebagai alternatif dan kritik terhadap teori Perry, dengan alasan bahwa teori Perry bersifat gender-sentris, yang berbasis pada pengamatan dari sampel utamanya mahasiswa laki-laki (di Harvard). Karena bias ini, teori tersebut itu menyatakan bahwa tampangan moral maskulin (terpisah) mendominasi teori Perry, dan bahwa prospek moral feminin (terhubung) dihilangkan. Saya. tidak menerima kritik ini sebagai pembatal teori Perry. Kohlberg menawarkan keadilan sebagai nilai tertinggi. Gilligan berpendapat bahwa keterhubungan manusia harus ditempatkan lebih rendah. Seseorang juga dapat berpendapat bahwa kehormatan adalah nilai tertinggi, seperti pada beberapa suku asli Amerika. Pastilah nilai tertinggi lainnya juga ada. Teori Perry, dengan berfokus pada bentuk dan struktur sistem kepercayaan etis, dan jenis pertimbangan etis yang dipakai oleh individu, memberikan kesempatan set nilai-nilai khusus yang diadopsi. Jadi baik nilai terhubung dan terpisah yang dibedakan oleh Gilligan konsisten dengan posisi Relativisme.
Salah satu inovasi Belenky et al. adalah mengaitkan perspektif moral Gilligan (1983) dengan tingkat perkembangan epistemologis. Hal ini merupakan jalur yang telah diikuti di sini, yaitu dalam posisi Relativisme. Namun, hal ini juga melampaui teori Perry, yang lebih menekankan pada bentuk daripada isi kerangka ideologis, sebagaimana yang telah kita lihat. Proposal yang diberikan di atas juga memperkenalkan set nilai-nilai yang khusus: nilai terpisah dan terhubung dan sintesis-sintesisnya, dan nilai-nilai keadilan sosial. Pengenalan nilai-nilai ini melengkapi teori Perry, dan mengisi Relativisme ke dalam ideologi tertentu. Pararel antara ideologi dan tahapan kedua teratas dari model Belenky dkk juga dapat ditemui.
Meskipun terdapat beberapa alternatif bagi skema Perry, alternative dalam konteks ini tersebut tidak menawarkan alternatif yang lebih baik. Terdapat teori lebih lanjut tentang perkembangan intelektual atau etika, seperti Selman (1976), tetapi teori tersebut tidak menawarkan suatu kategorisasi perspektif yang berguna seperti yang diberikan di atas.
Meskipun teori Perry lebih disukai dari teori perkembangan intelektual atau etika lainnya, ada dua peringatan diperlukan. Pertama-tama, adopsi dari teori Perry adalah merupakan asumsi kerja. Teori ini diadopsi dalam semangat pandangan pengetahuan hipotetiko-deduktif. Teori ini menyediakan sarana yang sederhana namun bermanfaat dalam hubungan antara filsafat matematika dengan sistem kepercayaan subyektif. Kedua, karena kesederhanaan, teori itu sangat mungkin dipalsukan. Teori ini berpendapat bahwa secara keseluruhan perkembangan intelektual dan etis masing-masing individu dapat diletakkan pada skala linier sederhana. Masalah dengan hal ini adalah bahwa himpunan bagian yang berbeda dari keyakinan mungkin dapat diletakkan pada tingkat yang berbeda pada skala. Jadi, misalnya, dua guru pelajar secara keseluruhan mungkin berada pada tahap yang sama dalam perkembangan intelektual dan etika. Namun, jika satu diantara meraka adalah seorang spesialis matematika dan yang lainnya bukan, filosofi matematika pribadi mereka mungkin dapat diidentifikasi dengan tingkatan Perry yang lainnya. (Kasus hipotetis ini konsisten dengan data di Ernest, 1939a).
Teori Piaget tentang perkembangan kognitif dalam beberapa aspek bersifat analog terhadap teori Perry. Teori tersebut menawarkan skala perkembangan linier tunggal terdiri dari sejumlah posisi tetap. Sebuah kritik kuat terhadap teori Piaget adalah bahwa aspek-aspek yang berbeda dari perkembangan individu dapat digambarkan dengan posisi yang berbeda dalam urutan perkembangan (Brown dan Desforges, 1979). Piaget mengakui adanya fenomena ini, menyebutnya dengan 'decalage', dan mencoba untuk mengasimilasikannya ke dalam teorinya. Namun hal itu merupakan menjadi melemahnya teori Piaget, karena hal itu berarti bahwa keseluruhan tingkat kognitif individu tidak bisa lagi digambarkan secara unik. Keadaan analog suatu masalah dapat digambarkan dengan teori Perry, karena karakterisasi sederhana dari posisi atau tingkat perkembangan intelektual dan etis individu. Komponen yang berbeda dari perspektif individu juga mungkin ditempatkan pada tingkat yang berbeda. Terutama ketika epistemologi dari disiplin tunggal, seperti matematika, terisolasi dari posisi intelektual dan etika secara keseluruhan. Jadi meskipun teori Perry diadopsi sebagai alat yang kuat dan berguna, tetap diakui bahwa tujuan teori tersebut dapat dipalsukan, dalam hal ini sama seperti teori Piaget.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS