Telah dikemukakan bahwa pengetahuan linguistik memberikan landasan
(genetik dan justivikasi) untuk pengetahuan abjektif matematika, baik dalam
mempertahankan dugaan konvensional, dan selanjutnya sebagai bagian dari filsafat
kontruktivisme sosial dan matematika. Apa yang disajikan disini adalah paralel
tetapi berbeda klaim yaitu pengetahuan linguistik juga memberikan landasan baik
genetik dan justifikasi untuk pengetahuan subjektif matematika. Pada bagian
sebelumnya kita telah melihat bagian aturan sosial (objektif) dari bahasa,
logika dan seterusnya membatasi penerimaan kreasi matematika yang
dipublikasikan, yang memungkinkan mereka menjadi bagian dari pengetahuan matematika objektif. Selanjutnya kita
fokuskan pada asal usul subjektif dari pengetahuan objektif dan akan dijelaskan
asal usul pengetahuan ini berakar kuat dalam pengetahuan linguistik dan
kompetensi.
Memulai pengetahuan
matematika dapat dikatakan dengan pemerolehan pengetahuan linguistik. Bahasa
alamiahnya mencakup dasar-dasar matematika melalui istilah-istilah matematika
dasar, melalui penggunaan pengetahuan sehari-hari dan hubungannya dan melalui
aturan-aturan dan konvensi yang memberikan dasar untuk logika dan kebenaran
logis. Dengan demikian landasan pengetahuan matematika baik genetik dan
justifikasi diperoleh dengan bahasa. Untuk genetik landasan matematikanya
adalah konsep dan proposisi dan untuk justifikasi landasan pengetahuan
matematikanya secara proporsional diperoleh dalam pengetahuan bahasa. Sebagai
tambahan, struktur konseptual, merupakan hasil dari pengetahuan subjektif
matematika.
Salah satu ciri
pengetahuan matematika adalah bertingkat dan hirarki, khususnya antara
istilah-istilah dan konsep-konsep. Ini adalah suatu sifat logis dari pengetahuan
matematika baik dalam eksposisi pengetahuan objektif matematika dan akan
diklaim disini dalam pengetahuan subjektif matematika. Kita mempertimbangkan
pertama hirarki dari pengetahuan objektif matematika
Diakui bahwa
konsep-konsep dan istilah-istilah dalam sains dan matematika dibagi menjadi
definisi dan dianggap primitif dan tak terdefinisi dalam setiap teori (lihat,
contoh, Popper 1979, Hempel 1966, Barkev 1964). Istilah didefinisi didefinikan
dengan menggunakan istilah lain. Akhirnya setelah sejumlah berhinggga dari
jaringan definisi, maka rantai definisi dapat dikeroscek ke istilah primitif,
atau definisi akan didasarkan pada definisi sebelumnya dan tinggalkan untuk
suatu kemunduran tak hingga. Berdasarkan pembagian istilah kedalam primitif dan definisi, secara sederhana definisi induksi dari tingkat setiap istilah dalam suatu
struktur hirarki dapat diberikan. Asumsikan bahwa setiap konsep dinamakan
dengan istilah, ini memberikan suatu hirarki dari istilah dan konsep. Misalkan istilah pada tingkat 1 adalah
istilah primitif dari segi teori. Asumsikan bahwa istilah pada tingkat
ke n terdefinisi, kita definisikan istilah untuk tingkat ke n+1 menjadi sesuatu yang mencakup istilah
pada tingkat ke n, tetapi tidak untuk setiap tingkat tertinggi (walaupun
tingkat terendah dapat dimasukkan). Definisi ini jelas menandai bahwa setiap
istilah dari teori objektif matematika untuk suatu tingkat dan karenanya
menentukan suatu hirarki dari istilah-istilah dan konsep-konsep (relatif untuk
teori yang diberikan).
Dalam domain pengetahuan subjektif
kita dapat paling tidak secara teori membagi konsep-konsep dengan cara yang
sama, kedalam pengamatan konsep utama, dan konsep abstraks yang didefinisikan
dalam istilah konsep-konsep lain. Diberikan pembagian suatu struktur hirarki
dapat dikenakan pada istilah dan konsep dari suatu teori matematika subjektif
seperti di atas. Memang Skemp (1971) menawarkan suatu analisis semacam ini. Dia mengambil istilah dan mendefinisikan konsep primer dan konsep
sekunder secara berurutan. Pengajuannya didasarkan pada analisis logika dari
konsep alamiah dan hubungannya. Dengan demiian gagasan dari hirarki secara
konseptual dapat dimanfaatkan dalam teori filsafat dari pengetahuan subjektif
dengan mengenalkan dugaan empiris mengenai sifat konsep.
Untuk mengilustrasikan
hirarki pengetahuan subjektif matematika perhatikan contoh berikut, yang
memberkan contih sifat linguistik. Pada tingkat terendah dari hirarki adalah
istilah dasar denga aplikasi empirislangsung seperti : ’ garis’, ’segitiga’, ’kubus’,
’ satu’ dan ’ sembilan’. Pada tingkat tertinggi istilah-istilah ini
didefinisikan dengan memilih di tingkat rendahnya, seperti ’bidang’,
’bilangan’, ’penjumlahan’ dan ’ koleksi’. Masih pada tingkat tertinggi,
terdapat banyak konsep-konsep abstraks seperti : ’ fungsi’, ’himpunan’, ’
sistem bilangan’, didasarkan pada tingkat terendah dan seagainya. Pada cara
ini,konsep-konsepmatematika ditetapkan kedalam
suatu hirarki dari berbagai tingkat. Konsep-konsep pada tingkat
selanjutnya didefinisikan didefinisikan secara implisif atau eksplisit dalam
istilah-istilah dan dari tingkat yang lebih rendah.. Definisi implisit dapat
diberikan sebagai bentuk berikut : bilangan terdiri dari ’ satu’. ’ dua’, ’
tiga’ dan objek-objek lain dengan sifat yang sama. ’Bidang’ berlaku untuk
lingkaran, persegi ,segitiga dan objek-objek lain yang serupa. Dengan demikian
konsep baru didefinisikan dalam istilah sifat implisif dari serangkaian
himpunan berhingga yang keanggotaannya tercakup secara implisif (termasuk
secara elsplisif, terhadap konsep baru) selanjutnya serangkaian sifat-sifat.
Tidak bermaksud
mengklaim bahwa terdapat suatu keunikan pendefinian konsep-konsep hirarki dalam
pengetahuan objektif atau subjektif matematika. Juga tidak diklaim bahwa suatu
individu akan memiliki suatu hirarki
secara konseptual. Perbedaan individual dapat membangun perbedaan hirarki untuk
dirinya trgantung pada situasi yang unik, sejarah belajar dan konteks belajar.
Kita melihat dalam bagian sebelumnya bahwa perbedaan penggunaan istilah yang
sama dalam cra yang bersesuaian untuk penggunaan aturan sosial tidak berarti
bahwa menyatakan istilah konsep atau makna identik (pertanyaan seperti tidak
dapat diterima, kecuali negatifnya). Dengan cara yang sama, kesesuaian tersebut
tidak berarti behawa struktur konseptual individu isomorfik dengan koneksi yang
sesuai. Semua yang dapat di klaim adalah
pengetahuan konseptual subjektif matematika individu yang disusun secara
hirarki.
Terkesan bahwa
generasi suatu hirarki dari konsep abstrak yang bertambah merefleksikan suatu
kecenderungan khusus dalam asal-usul pengetahuan matematika manusia. Untuk
menggeneralisasi dan mengabstraksi
memiliki sifat struktur dari pengetahuan sebelumnya dalam pembentukan
konsep dan pengetahuan baru .Kita menduga keberadaan mekanisme demikian untuk
menjelaskan asal-usul dari konsep-konsep abstrak dan pengtahuan. (seperti yang
ditulis di atas). Pada setiap
tingkat berikutnya dari konsep secara hirarki yang diganbarkan,
kita melihat hasil dari proses. Pemunculan konsep baru yang didefinisikan
secara implisif dalam istilah suatu himpunan hingga dari istilah atau
konsep tingkat rendah.
Abstraksi ini
merupakan proses vertikal yang kontras dengan generasi pengetahuan matematika
jenis kedua : penghalusan, elaborasi atau kombinasi dari pengetahuan yang ada,
tampa harus berpindah ke tingkat abstraksi tertinggi. Dengan demikian
asal-usul pengetahuan matematika dan
ide-ide matematiks dalam pemikian individu diduga melibatkan proses vertikal dan
horizontal, relatif terhadap hirarki konsep individu. Arah ini analog dengan keterlibatan secara induktif dan deduktif.
Kita diskusikan kedua macam pengetahuan generasi dengan memulai menjelaskan secara vertikal.
Sebelum melanjutkan
dengan mekanisme eksposisi yang mendukung asal-usul pengetahuan matematika,
sebuah catatan secara metodelogi diperlukan. Perlu dicatat bahwa konsentrasi
dugaan bentuk vertikal dan horizontal melalui asal usul pengetahuan subjektif
matematika tidak esensil untuk kontruksivisme sosial. Itu mempunyai argumen bahwa
beberapa mekanisme (mental) perlu untuk menghitung generasi pengetahuan
abstraks dari pengalaman khusus dan konkrit. Ini adalah pusat untuk
konstuktivisme sosial. Tetapi filsafat matematika tidak perlu untuk
menganalisis mekanisme selanutnya, atau untuk menduga sifat-sifat. Dengan
demikian lawan dari eksplorasi berikut tidak perlu mekanisma yang berujung pada penolakan kontruktivisme
sosial filsafat matematika.
Proses vertikal dari
generasi pengetahuan subjektif melibatkan generalisasi, abstraksi dan reifikasi,
dan termasuk pembentukan konsep. Ciri khas proses ini melibatkan transformasi
sifat-sifat, kontruktivisme, atau koleksi konstruktivisme menjadi objek-objek.
Selanjutnya, untuk contoh, kita dapat mengkonstruksi secara rasional kreasi
dari konsep bilangan, dimulai dengan ordinat, untuk ilustrasi proses ini. Bilangan ordinal ’5’, dikaitkan dengan suku kelima dari barisan bilangan,
dengan artian 5 objek. Hal ini diabstraksikan dari urutan khusus penghitungan,
dan digeneralisasikan dengan ’5’ dipakai sebagai suatu sifat untuk menunjukkan 5
objek. Sifat ’5’ (dipakai pada himpunan) direifikasi menjadi objek ’5 ’, adalah suatu benda, nama
dari benda itu sendiri. Kemudian, koleksi dari bilangan sedemikian direifikasi
kedalam himpunan ’ bilangan’. Selanjutnya kita melihat bagaimana suatu bagian
dapat dikonstruksi dari operasi konkrit (menggunakan bilangan ordinal 5),
melalui proses abstraksi dan reifikasi yang akhirnya (melalui bilangan kardinal
5) menjadi konsep abstrak blangan 5. Uraian ini tidak ditawarkan sebagai
hipotesis psikologi, tetapi sebagai konstruksi ulang secara teori dari
asal-usul pengetahuan subjektif matematika dengan abstraksi.
Apa yang diusulkan adalah bahwa
dengan proses abstraksi vertikal atau pembentukan konsep, suatu koleksi dari objek-objek atau
konstruksi terbawah, tingkat yang telah ada sebelumnya dari hirarki konsep
personal menjadi direifikasikan ke dalam suatu konsep serupa-objek , atau
istilah serupa-benda. Skemp mengacu pada detachability ini, atau kemampuan
untuk mengisolasi konsep dari setiap contoh yang memberikan peningkatan kepada mereka (Skemp 1971, hal 28) sebagai
suatu bagian esensial dari proses abstraksi dalam penbentukan konsep. Sehingga
konsep terbaru yang didefinisikan menggunakan konsep-konsep tingkat terendah yang
memenuhi sifat-sifat abstraks. Tetapi memiliki generalisasi. Jauh sebelum
mereka. Istilah reifikasi digunakan karena konsep yang baru terbentuk
memperoleh integritas dan sifat-sifat primitif dari objek matematiks, yang
berarti bahwa dapat diberlakukan sebagai suatu kesatuan dan ditahap berikutnya
dapat juga berbentuk abstraks dalam suatu proses iterasi.
Peningkatan kompleksitas dari
pengtahuan subjektif matematika dapat juga ditandai dengan proses horizontal
proses dan sifat elaborasi dan klarifikasi. Proses horizontal dari pembentukan
objek dalam matematika didiskripkan oleh Lakatos (1976), dalam rekonstruksinya
terhadap evolusi rumus Euler dan justifikasinya. Yaitu, pembentukan ulang (dan
penekanan) dari konsep matematika atau definisi sampai mencapai konsisten dan
meleakat dalam hubungannya dengan konteks yang lebih luas. Ini adalah proses
esensial dari elaborasi dan penghalusan,
berbeda dengan proses vertikal yang berada disamping ’objektifikasi’ dan
’reifikasi’.
Sejauh ini, uraian yang diberikan berkisar
pada genesis dan struktur konseptual dan bagian terminologi subjektif
matematika. Terdapat juga asal-usul proposisi, hubungan dan dugaan pengetahuan subjektif matematika untuk
menjadi pertimbangan. Tetapi hal ini dapat diakomodasikan secara analogis. Kita
baru saja membahas bagaimana dasar-dasar
kebenaan matematika dan logika yang diperoleh selama belajar bahasa matematika.
Sebagai konsep baru yang dikembangkan oleh individu-individu, mengikuti pola
hirarki yang digambarkan diatas, difinisi, proposisi dan hubungan yang mendukung proposisi matematika
baru yang harus diperolehnya untuk izim menggunakannya. Materi-materi baru dari
pengetahuan proposisi dikembangkanoleh dua mode genesis t digambarkan diatas, yaitu secara informal proses induktif
dan deduktif. Pengintuian menjadi nama yang diberikan untuk memfasilitasi perasaan (yaitu penolakan
dengan kepercayaan) sehingga proposisi
dan hubungan antara konsep matematika pada pengertian dasar dan
sifat-sifat, yang utama menghasilkan keabsahan untuk justifikasi mereka.
Keseluruhan , kita melihat, oelh karena itu, bahwa bentuk umum dari perhitungan asal-usul konsep
matematika juga dibangun untuk pengetahuan proposisi matematika. Yaitu sebagai
pegangan analogi proses induktif dan deduktif, sekalipun hanya secara informal,
untuk memperhitungkan asal-usul ini.
Pada kesimpulannya, sesi ini
berhadapan dengan asal-usul konsep dan proposisi pengetahuan subjektif
matematika. Perhitungan yang diberikan dari asal-usul ini melibatkan empat
klaim. Pertama, konsep dari proposisi matematika mengorganisasikan dan telah
berakar dalam bahasa alami ini, dan dijelaskan (dibangun) sepanjang sisi
kompetensi linguistik, Kedua, merea dapat dibagi menjadi primitif dan konsep
turunan dan proposisi. Konsep dapat dibagi menjadi observasi dasar dan
pengalaman sensori langsung, dan juga definisi secara linguistik dengan arti istilah-istilah dan konsep-konsep
lain., atau bentuk pengabstrakan mereka. Demikian juga, proposisi terdiri dari
perolehan secara linguistik dan diturunkan dari keberadaan awal proppsisi
matematika, walaupun pembedaan ini tidak diklaim untuk jelas dipotong. Ketiga,
pembagian konsep, digabungkan dengan urutan definisi mereka, hasil dalam
suatu dan pribadi) struktur hirarki
subjektif konsep-konsep (dengan mana proposisi diasosiasikan menurut kosep
orang banyak). Keempat, asal usul proses horizontal konsep dan turunan
proposisi, yang mana menambil bentuk alasan induktif dan deduktif..
Klaim ini meliputi perhitungan
konstruktivisme sosial dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika.
Bagaimanapun, dalam penyediaan perhitungan, contoh-contoh yang diberikan,
khususnya berkonsentrasi pada klain ke3 dan ke4, yang harus mempunyai status
penolakan secara empiris. Hirarki alami dari pengetahuan subjektif
matematika dapat diterima tampa penolakan secara empiris. Demikian juga,
eksistensi proses horizontal dari penghalusan konsep subjektif atau deduktif
proporsional dengan analogis Lakatos
bahwa logika penemuan matematika dapat diterima secara prinsip.Ini
meninggalkan proses vertikal dari abtraksi, reifikasi atau induksi untuk
meliputi tampa asumsi pertumbuhan empiris. Tetapi beberapa prosedur perlu, jika
pengetahuan subjektif dikonstruksikan oleh individu pada dasar penurunan konsep
primitif dari rasa impresi dan intraksi, atau dasar proposisi matematika
ditempelkan dalam pengguaan bahasa, sperti yang telah diasumsikan. Jelas bahwa
pengetahuan abstrks yang relatif harus dikonstruksikan dari pengetahuan
matematika yang relatif. Karenanya, sebagai proses horizontal, keberadaan
proses vertikal ini diperlukan dalam secara prinsip, tanpa tergantung
dengan kenyataan bahwa beberapa detail
yang termasuk dalam peritungan kemungkinan yang dikonstruksikan sebagai
penolakan secara empiris. Untuk alasan detail dikarakteristikan sebagai tidak esensial untuk
dugaan pokok dari konstruktivisme sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar