Pages

Konstruksi Pengetahuan Matematika

Minggu, 11 Desember 2016


Telah dikemukakan bahwa pengetahuan linguistik memberikan landasan (genetik dan justivikasi) untuk pengetahuan abjektif matematika, baik dalam mempertahankan dugaan konvensional, dan selanjutnya sebagai bagian dari filsafat kontruktivisme sosial dan matematika. Apa yang disajikan disini adalah paralel tetapi berbeda klaim yaitu pengetahuan linguistik juga memberikan landasan baik genetik dan justifikasi untuk pengetahuan subjektif matematika. Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bagian aturan sosial (objektif) dari bahasa, logika dan seterusnya membatasi penerimaan kreasi matematika yang dipublikasikan, yang memungkinkan mereka menjadi bagian dari pengetahuan  matematika objektif. Selanjutnya kita fokuskan pada asal usul subjektif dari pengetahuan objektif dan akan dijelaskan asal usul pengetahuan ini berakar kuat dalam pengetahuan linguistik dan kompetensi.
            Memulai pengetahuan matematika dapat dikatakan dengan pemerolehan pengetahuan linguistik. Bahasa alamiahnya mencakup dasar-dasar matematika melalui istilah-istilah matematika dasar, melalui penggunaan pengetahuan sehari-hari dan hubungannya dan melalui aturan-aturan dan konvensi yang memberikan dasar untuk logika dan kebenaran logis. Dengan demikian landasan pengetahuan matematika baik genetik dan justifikasi diperoleh dengan bahasa. Untuk genetik landasan matematikanya adalah konsep dan proposisi dan untuk justifikasi landasan pengetahuan matematikanya secara proporsional diperoleh dalam pengetahuan bahasa. Sebagai tambahan, struktur konseptual, merupakan hasil dari pengetahuan subjektif matematika.
            Salah satu ciri pengetahuan matematika adalah bertingkat dan hirarki, khususnya antara istilah-istilah dan konsep-konsep. Ini adalah suatu sifat logis dari pengetahuan matematika baik dalam eksposisi pengetahuan objektif matematika dan akan diklaim disini dalam pengetahuan subjektif matematika. Kita mempertimbangkan pertama hirarki dari pengetahuan objektif matematika
            Diakui bahwa konsep-konsep dan istilah-istilah dalam sains dan matematika dibagi menjadi definisi dan dianggap primitif dan tak terdefinisi dalam setiap teori (lihat, contoh, Popper 1979, Hempel 1966, Barkev 1964). Istilah didefinisi didefinikan dengan menggunakan istilah lain. Akhirnya setelah sejumlah berhinggga dari jaringan definisi, maka rantai definisi dapat dikeroscek ke istilah primitif, atau definisi akan didasarkan pada definisi sebelumnya dan tinggalkan untuk suatu kemunduran tak hingga. Berdasarkan pembagian istilah kedalam  primitif dan definisi, secara sederhana  definisi induksi  dari tingkat setiap istilah dalam suatu struktur hirarki dapat diberikan. Asumsikan bahwa setiap konsep dinamakan dengan istilah, ini memberikan suatu hirarki dari istilah dan konsep. Misalkan istilah pada tingkat 1 adalah  istilah primitif dari segi teori. Asumsikan bahwa istilah pada tingkat ke n terdefinisi, kita definisikan istilah untuk  tingkat ke n+1 menjadi sesuatu yang mencakup istilah pada tingkat ke n, tetapi tidak untuk setiap tingkat tertinggi (walaupun tingkat terendah dapat dimasukkan). Definisi ini jelas menandai bahwa setiap istilah dari teori objektif matematika untuk suatu tingkat dan karenanya menentukan suatu hirarki dari istilah-istilah dan konsep-konsep (relatif untuk teori yang diberikan).
            Dalam domain pengetahuan subjektif kita dapat paling tidak secara teori membagi konsep-konsep dengan cara yang sama, kedalam pengamatan konsep utama, dan konsep abstraks yang didefinisikan dalam istilah konsep-konsep lain. Diberikan pembagian suatu struktur hirarki dapat dikenakan pada istilah dan konsep dari suatu teori matematika subjektif seperti di atas. Memang Skemp (1971) menawarkan suatu analisis semacam ini. Dia mengambil istilah dan mendefinisikan konsep primer dan konsep sekunder secara berurutan. Pengajuannya didasarkan pada analisis logika dari konsep alamiah dan hubungannya. Dengan demiian gagasan dari hirarki secara konseptual dapat dimanfaatkan dalam teori filsafat dari pengetahuan subjektif dengan mengenalkan dugaan empiris mengenai sifat konsep.
            Untuk mengilustrasikan hirarki pengetahuan subjektif matematika perhatikan contoh berikut, yang memberkan contih sifat linguistik. Pada tingkat terendah dari hirarki adalah istilah dasar denga aplikasi empirislangsung seperti : ’ garis’, ’segitiga’, ’kubus’, ’ satu’ dan ’ sembilan’. Pada tingkat tertinggi istilah-istilah ini didefinisikan dengan memilih di tingkat rendahnya, seperti ’bidang’, ’bilangan’, ’penjumlahan’ dan ’ koleksi’. Masih pada tingkat tertinggi, terdapat banyak konsep-konsep abstraks seperti : ’ fungsi’, ’himpunan’, ’ sistem bilangan’, didasarkan pada tingkat terendah dan seagainya. Pada cara ini,konsep-konsepmatematika ditetapkan kedalam  suatu hirarki dari berbagai tingkat. Konsep-konsep pada tingkat selanjutnya didefinisikan didefinisikan secara implisif atau eksplisit dalam istilah-istilah dan dari tingkat yang lebih rendah.. Definisi implisit dapat diberikan sebagai bentuk berikut : bilangan terdiri dari ’ satu’. ’ dua’, ’ tiga’ dan objek-objek lain dengan sifat yang sama. ’Bidang’ berlaku untuk lingkaran, persegi ,segitiga dan objek-objek lain yang serupa. Dengan demikian konsep baru didefinisikan dalam istilah sifat implisif dari serangkaian himpunan berhingga yang keanggotaannya tercakup secara implisif (termasuk secara elsplisif, terhadap konsep baru) selanjutnya  serangkaian sifat-sifat.
            Tidak bermaksud mengklaim bahwa terdapat suatu keunikan pendefinian konsep-konsep hirarki dalam pengetahuan objektif atau subjektif matematika. Juga tidak diklaim bahwa suatu individu akan  memiliki suatu hirarki secara konseptual. Perbedaan individual dapat membangun perbedaan hirarki untuk dirinya trgantung pada situasi yang unik, sejarah belajar dan konteks belajar. Kita melihat dalam bagian sebelumnya bahwa perbedaan penggunaan istilah yang sama dalam cra yang bersesuaian untuk penggunaan aturan sosial tidak berarti bahwa menyatakan istilah konsep atau makna identik (pertanyaan seperti tidak dapat diterima, kecuali negatifnya). Dengan cara yang sama, kesesuaian tersebut tidak berarti behawa struktur konseptual individu isomorfik dengan koneksi yang sesuai.  Semua yang dapat di klaim adalah pengetahuan konseptual subjektif matematika individu yang disusun secara hirarki.
            Terkesan bahwa generasi suatu hirarki dari konsep abstrak yang bertambah merefleksikan suatu kecenderungan khusus dalam asal-usul pengetahuan matematika manusia. Untuk menggeneralisasi dan mengabstraksi  memiliki sifat struktur dari pengetahuan sebelumnya dalam pembentukan konsep dan pengetahuan baru .Kita menduga keberadaan mekanisme demikian untuk menjelaskan asal-usul dari konsep-konsep abstrak dan pengtahuan. (seperti yang ditulis di atas).  Pada setiap tingkat  berikutnya  dari konsep secara hirarki yang diganbarkan, kita melihat hasil dari proses. Pemunculan konsep baru yang didefinisikan secara implisif dalam istilah suatu himpunan hingga dari istilah atau konsep  tingkat rendah.
            Abstraksi ini merupakan proses vertikal yang kontras dengan generasi pengetahuan matematika jenis kedua : penghalusan, elaborasi atau kombinasi dari pengetahuan yang ada, tampa harus berpindah ke tingkat abstraksi tertinggi. Dengan demikian asal-usul  pengetahuan matematika dan ide-ide matematiks dalam pemikian individu diduga melibatkan proses vertikal dan horizontal, relatif terhadap hirarki konsep individu.  Arah ini analog dengan  keterlibatan secara induktif dan deduktif. Kita diskusikan kedua macam pengetahuan generasi  dengan memulai menjelaskan secara vertikal.
            Sebelum melanjutkan dengan mekanisme eksposisi yang mendukung asal-usul pengetahuan matematika, sebuah catatan secara metodelogi diperlukan. Perlu dicatat bahwa konsentrasi dugaan bentuk vertikal dan horizontal melalui asal usul pengetahuan subjektif matematika tidak esensil untuk kontruksivisme sosial. Itu mempunyai argumen bahwa beberapa mekanisme (mental) perlu untuk menghitung generasi pengetahuan abstraks dari pengalaman khusus dan konkrit. Ini adalah pusat untuk konstuktivisme sosial. Tetapi filsafat matematika tidak perlu untuk menganalisis mekanisme selanutnya, atau untuk menduga sifat-sifat. Dengan demikian lawan dari eksplorasi berikut tidak perlu mekanisma  yang berujung pada penolakan kontruktivisme sosial filsafat matematika.
            Proses vertikal dari generasi pengetahuan subjektif melibatkan generalisasi, abstraksi dan reifikasi, dan termasuk pembentukan konsep. Ciri khas proses ini melibatkan transformasi sifat-sifat, kontruktivisme, atau koleksi konstruktivisme menjadi objek-objek. Selanjutnya, untuk contoh, kita dapat mengkonstruksi secara rasional kreasi dari konsep bilangan, dimulai dengan ordinat, untuk ilustrasi proses ini. Bilangan ordinal ’5’, dikaitkan dengan suku kelima dari barisan bilangan, dengan artian 5 objek. Hal ini diabstraksikan dari urutan khusus penghitungan, dan digeneralisasikan dengan  ’5’ dipakai  sebagai suatu sifat untuk menunjukkan 5 objek. Sifat ’5’ (dipakai pada himpunan) direifikasi  menjadi objek ’5 ’, adalah suatu benda, nama dari benda itu sendiri. Kemudian, koleksi dari bilangan sedemikian direifikasi kedalam himpunan ’ bilangan’. Selanjutnya kita melihat bagaimana suatu bagian dapat dikonstruksi dari operasi konkrit (menggunakan bilangan ordinal 5), melalui proses abstraksi dan reifikasi yang akhirnya (melalui bilangan kardinal 5) menjadi konsep abstrak blangan 5. Uraian ini tidak ditawarkan sebagai hipotesis psikologi, tetapi sebagai konstruksi ulang secara teori dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika dengan abstraksi. 
            Apa yang diusulkan adalah bahwa dengan proses abstraksi vertikal atau pembentukan  konsep, suatu koleksi dari objek-objek atau konstruksi terbawah, tingkat yang telah ada sebelumnya dari hirarki konsep personal menjadi direifikasikan ke dalam suatu konsep serupa-objek , atau istilah serupa-benda. Skemp mengacu pada detachability ini, atau kemampuan untuk mengisolasi konsep dari setiap contoh yang memberikan peningkatan  kepada mereka (Skemp 1971, hal 28) sebagai suatu bagian esensial dari proses abstraksi dalam penbentukan konsep. Sehingga konsep terbaru yang didefinisikan menggunakan konsep-konsep tingkat terendah yang memenuhi sifat-sifat abstraks. Tetapi memiliki generalisasi. Jauh sebelum mereka. Istilah reifikasi digunakan karena konsep yang baru terbentuk memperoleh integritas dan sifat-sifat primitif dari objek matematiks, yang berarti bahwa dapat diberlakukan sebagai suatu kesatuan dan ditahap berikutnya dapat juga berbentuk abstraks dalam suatu proses iterasi.
            Peningkatan kompleksitas dari pengtahuan subjektif matematika dapat juga ditandai dengan proses horizontal proses dan sifat elaborasi dan klarifikasi. Proses horizontal dari pembentukan objek dalam matematika didiskripkan oleh Lakatos (1976), dalam rekonstruksinya terhadap evolusi rumus Euler dan justifikasinya. Yaitu, pembentukan ulang (dan penekanan) dari konsep matematika atau definisi sampai mencapai konsisten dan meleakat dalam hubungannya dengan konteks yang lebih luas. Ini adalah proses esensial dari elaborasi dan penghalusan,  berbeda dengan proses vertikal yang berada disamping ’objektifikasi’ dan ’reifikasi’.
            Sejauh ini, uraian yang diberikan berkisar pada genesis dan struktur konseptual dan bagian terminologi subjektif matematika. Terdapat juga asal-usul proposisi, hubungan dan  dugaan pengetahuan subjektif matematika untuk menjadi pertimbangan. Tetapi hal ini dapat diakomodasikan secara analogis. Kita baru saja membahas bagaimana  dasar-dasar kebenaan matematika dan logika yang diperoleh selama belajar bahasa matematika. Sebagai konsep baru yang dikembangkan oleh individu-individu, mengikuti pola hirarki yang digambarkan diatas, difinisi, proposisi dan  hubungan yang mendukung proposisi matematika baru yang harus diperolehnya untuk izim menggunakannya. Materi-materi baru dari pengetahuan proposisi dikembangkanoleh dua mode genesis t digambarkan  diatas, yaitu secara informal proses induktif dan deduktif. Pengintuian menjadi nama yang diberikan  untuk memfasilitasi perasaan (yaitu penolakan dengan kepercayaan) sehingga proposisi  dan hubungan antara konsep matematika pada pengertian dasar dan sifat-sifat, yang utama menghasilkan keabsahan untuk justifikasi mereka. Keseluruhan , kita melihat, oelh karena itu, bahwa  bentuk umum dari perhitungan asal-usul konsep matematika juga dibangun untuk pengetahuan proposisi matematika. Yaitu sebagai pegangan analogi proses induktif dan deduktif, sekalipun hanya secara informal, untuk memperhitungkan asal-usul ini.
            Pada kesimpulannya, sesi ini berhadapan dengan asal-usul konsep dan proposisi pengetahuan subjektif matematika. Perhitungan yang diberikan dari asal-usul ini melibatkan empat klaim. Pertama, konsep dari proposisi matematika mengorganisasikan dan telah berakar dalam bahasa alami ini, dan dijelaskan (dibangun) sepanjang sisi kompetensi linguistik, Kedua, merea dapat dibagi menjadi primitif dan konsep turunan dan proposisi. Konsep dapat dibagi menjadi observasi dasar dan pengalaman sensori langsung, dan juga definisi secara linguistik  dengan arti istilah-istilah dan konsep-konsep lain., atau bentuk pengabstrakan mereka. Demikian juga, proposisi terdiri dari perolehan secara linguistik dan diturunkan dari keberadaan awal proppsisi matematika, walaupun pembedaan ini tidak diklaim untuk jelas dipotong. Ketiga, pembagian konsep, digabungkan dengan urutan definisi mereka, hasil dalam suatu  dan pribadi) struktur hirarki subjektif konsep-konsep (dengan mana proposisi diasosiasikan menurut kosep orang banyak). Keempat, asal usul proses horizontal konsep dan turunan proposisi, yang mana menambil bentuk alasan induktif dan deduktif..

            Klaim ini meliputi perhitungan konstruktivisme sosial dari asal-usul pengetahuan subjektif matematika. Bagaimanapun, dalam penyediaan perhitungan, contoh-contoh yang diberikan, khususnya berkonsentrasi pada klain ke3 dan ke4, yang harus mempunyai status penolakan secara empiris. Hirarki alami dari pengetahuan subjektif matematika dapat diterima tampa penolakan secara empiris. Demikian juga, eksistensi proses horizontal dari penghalusan konsep subjektif atau deduktif proporsional dengan analogis Lakatos  bahwa logika penemuan matematika dapat diterima secara prinsip.Ini meninggalkan proses vertikal dari abtraksi, reifikasi atau induksi untuk meliputi tampa asumsi pertumbuhan empiris. Tetapi beberapa prosedur perlu, jika pengetahuan subjektif dikonstruksikan oleh individu pada dasar penurunan konsep primitif dari rasa impresi dan intraksi, atau dasar proposisi matematika ditempelkan dalam pengguaan bahasa, sperti yang telah diasumsikan. Jelas bahwa pengetahuan abstrks yang relatif harus dikonstruksikan dari pengetahuan matematika yang relatif. Karenanya, sebagai proses horizontal, keberadaan proses vertikal ini diperlukan dalam secara prinsip, tanpa tergantung dengan  kenyataan bahwa beberapa detail yang termasuk dalam peritungan kemungkinan yang dikonstruksikan sebagai penolakan secara empiris.  Untuk alasan detail dikarakteristikan sebagai tidak esensial untuk dugaan pokok dari konstruktivisme sosial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS