Pages

Sebuah Kritik terhadap Tujuan Pendidik Progresif

Selasa, 20 Desember 2016


Kekuatan yang meligkupi perspektif dan tujuan ini adalah bahwa hal ini menyertai alam, ketertarikan, dan kebutuhan pelajar (sebagaimana yang mereka rasakan). Tujuanya adalah untuk mengangkat derajat pelajar dalam istilah mengagumi diri dan sebagai sebuah alat epistemologi yang pasti dalam matematika. Hal ini merupakan kekuatan yang sangat baik. Tujuan pendidikan harus diutamakan bermanfaat dan mengangkat derajat pelajar, dan berbagai tujuan yang ingin diberikan untuk budaya manusia atau masyarakat yang diperoleh dari tujuan utama ini.
Di samping itu, tujuan-tujuan ini menilai kekreatifitasan dalam matematika, tanpa memperhatikan keperluan. Hal ini penting namun mengabaikan aspek pendidikan matematika (Isaacson, 1989, 1990).
Teori pendidikan matematika sekolah
Ada sebuah pertentangan dalam pandangan ini, timbul dari tengangan antara sebuah pandangan kemutlakan matematika dan teori pemusatan-anak dalam matematika sekolah dan pendidikan yang diterima di sekolah. Ketika pemusatan-anak ditentang oleh pemusatan-matematika, hasilnya adalah sebuah fokus terhadap pengalaman anak sebagai penentangan hubungan dengan matematika. Hal ini mungkin pada perngorbanan matematika, jatuh untuk mengembangkan konsep dan struktur matematika pada ukuran yang cukup untuk memeberikan anak-anak kepercayaan dalam penggunaan mereka sebagai ‘alat berpikir’ (Mellin-Olsen, 1987). Lebih lanjutnya, jika pengalaman belajar tidak dibagi ke dalam wilayah subjek, pelajar kemungkinan tidak mengembangkan perasaan matematika, dan ciri-ciri tertentu dari pengetahuan ini dan penyelidikan meode ini.
Teori pengajaran matematika
Teori pengajaran tidaklah cukup, menekankan peranan guru. Guru memiliki kurang lebih tiga peranan penting, di mana perspektif pendidik progresif gagal untuk mengenal secara cukup. Pertama, guru menengahi antara bahan ilmu matematika dan pelajar, mencakup seleksi dan perwakilan ilmu matematika (Peters, 1969). Hal ini penting dalam membangun lingkungan belajar dan dalam perencanaan pengalaman belajar. Kedua, guru harus memantau pembelajaran anak dan intervensi dalam pembuatan perasaan mereka, dengan komunikasi dua arah dan mengatur perintah pada anak, menantang anak untuk memikirkan ulang tanggapan mereka, mengatur interaksi. Ketiga, guru menyiapkan sebuah contoh peranan untuk anak melalui kebiasannya dan interaksi sosial. Pada setiap cara ini guru merupakan pusat proses pendidikan, dan pengakuan tidak cukup diberikan pada hal ini.
Perlindungan kita
Kecaman ketiga adalah bahwa perspektif pendidik progresif bersifat terlalu melindungi, melindungi anak dari ketidaksesuaian dan masalah diperlukan untuk memberikan pertumbuhan intelektual. Dengan demikian perlindungan berlebih dapat mengartikan bahwa ‘kesalahan’ anak tidaklah sepenuhnya tepat, untuk ketakutan akan tersakiti dan kerusakan emosi. Malah, ungkapan yang lebih lembut untuk kesalahan atau kegagalan diperlukan (seperti ‘lihat aku’), di mana anak-anak mengerti dengan sangat baik untuk menunjukkan kesalahan, menambahkan sebuah lapisan keidakjujuran terhadap arti. Penghindaran kesalahan merupakan hal yang penting untuk pembelajaran, dan ketidakcocokan dan teori kognitif juga diperlukan untuk pertumbuhan kognitif dalam mempelajari matematika. Di luar semua ini, berhadapan dengan masalah pribadi dan dengan masalah pertentangan merupakan kemampuan hidup yang penting untuk kewarganegaraan dalam masyarakat modern. Bagaimanapun juga, perspektif ini mencoba untuk mendukung sebuah keselarasan buatan melalui penghidaran masalah di dalam ruang kelas dan dunia luar. Dengan melindungi anak dari beberapa pengalaman pandangan pendidik progresif menghalangi teori, emosi, dan pertumbuhan sosial anak.
Teori masyarakat
Kecaman keempat memperhatikan ketidakcakapan teori masyarakat. Ideologi adalah sesuatu yang buta politik secara naïf, menolak acuan sosial, dan ketidaksamaan yang mengitari pendidikan, dan tentunya focus eksklusif pada seseorang. Kemajuan sosial, menurut padangan ini, memiliki solusi tertentu yang bergantung pada realisasi-diri dan mengagumi diri sendiri. Sehingga ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali pengenalan penyebab sosial atau politik dari kondisi-kehidupan seseorang, maupun kenyataan social yang dihadapi anak dalam masa dewasa, membiarkan persiapan sendiri untuk mereka.
Teori-teori masa anak-anak dan pembelajaran matematika
Kecaman kelima adalah bahwa teori tentang masa anak-anak dan dasar pembelajaran anak merupakan romantisasi-berlebihan, tidak nyata, dan berdasarkan pada asumsi tak menantang dan teori-teori. Anak-anak bukanlah ‘orang tanpa salah’ maupun ‘bunga yang tumbuh’. Seperti kiasan-kiasan yang tidak cukup, dan pada faktanya, pentingnya dimensi sosial dalam psikologi diakui dengan baik (Mead, 1934; Vygotsky, 1962; Donaldson, 1978), sebagaimana hal ini dalam teori pendidikan (Meighan, 1986). Bahasa adalah kemahiran sosial, dan dengan bahasa mendatangkan pikiran dan pandangan terhadap dunia (Sapir, 1949; Vygotsky, 1962). Sehingga pandangan progresif tentang masa anak-anak ini tidaklah cukup, untuk sifat dasar anak dan perkembangan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kuat penyimpangan sosial.
Romantisasi-berlebihan dari ideologi pendidik progresif memperluas lebih lanjut, mendorong ke arah perbedaan antara kepandaian berbicara dan praktek dalam pendidikan. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas prektek dalam pembelajaran matematika jauh lebih biasa dari pada kekolotan pendidik progtesif yang mengharuskan kita berbuat seperti itu. Seperti contohnya, lebih dari setengah contoh perwakilan dari 11 tahun lamanya dicari untuk menggunakan alat angka tidak pernah atau kurang dari sekali satu istilah pada tahun 1982 (Taksiran Satuan Tampilan, 1985). Desforges dan Cockburn (1987) menemukan bahwa praktek matematika utama dalam sekolah yang mereka teliti adalah rutinitas besar dan mekanis, dan tidak tergantikan dalam merangsang otonomi dan pemikiran yang lebih tinggi. Pembelajaran matematika untuk kebanyakan anak mencakup bekerja selama sebuah teks matematika diterbitkan secara komersial atau skema secara rutin, pada sebuah dasar perorangan (Taksiran Satuan Tampilan, 1985)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS