Pages

Pemisahan Ideologi Kemutlakan Nisbian

Minggu, 18 Desember 2016


Kumpulan nilai moral
Pemisahan perspektif memfokuskan pada hukum dan peraturan, serta pemusatan perhatian dan ditujukan pada pengetahuan. Penalaran moral berdasarkan kebenaran, kejujuran, dan “keadilan buta”, aplikasi keadilan dari kejujuran hukum untuk segala hal, tanpa memperhatikan permasalahan pribadi manusia dan keprihatinan. Perspektif ini sesuai dengan Tonggak-konvensional dan Tingkat Hukum dalam teori Kohlberg tentang perkembangan moral.
Keputusan moral dihasilkan dari kebenaran, nilai-nilai hukum yang (atau dapat juga) dapat disetujui oleh semua individu mengubah atau menciptakan sebuah masyarakat yang dirancang untuk memiliki keadilan dan kebiasaan yang bermanfaat.
(Kohlberg, 1981, halaman 411)
Nilai-nilai ini dapat mengandung kebenaran sebelumnya “Kebenaran ditegakkan oleh dasar kebenaran, nilai dan kontrak sah masyarakat, bahkan ketika mereka berkonflik dengan peraturan yang konkrit dan hukum kelompok”. Pada tahap yang lebih tinggi kumpulan nilai “asumsikan pedoman dengan hukum etis menyeluruh yang harus diikuti seluruh umat manusia”. (Kohlberg, 1981, halaman 411-412)
            Menurut Gillian (1982) nilai-nilai ini merupakan bagian dari pengertian kebudayaan maskulin. Hal ini memberikan kedudukan tinggi dalam kemutlakan, standar rasional dan alasan yang murni, juga mendorong ke arah penolakan manusia dari unsur-unsur peradilan yang mengurangi kejujuran dan keduniawian.
Moralitas kebenaran disebut sebagai persamaan dan pemusatan pengertian keadilan, ketika etos pertanggungjawaban mempercayakan pada konsep keadilan, pengakuan perbedaan sangat diperlukan. Ketika etos kebenaran adalah sebuah perwujudan dari rasa hormat kesederajatan, menyeimbangkan tuntutan dari yang lain dan diri sendiri, etos pertangungjawaban mempercayai pengertian yang memberikan kebangkitan perasaan dan kepedulian.
            (Gilligan, 1982, halaman 164-165)
Nilai terpisah dari ideologi ini juga mendorong ke arah penolakan kebijakan dan keputusan yang bermanfaat, sebagai lawan hukum kejujuran dan keadilan. Karena pemusatan alasan, rasionalitas dan logika, ada sebuah estetis kemurnian, menilai penyederhanaan, penjelasan, kemurnian, dan objektivitas dalam penalaran moral, tentunya pada seluruh penalaran. Nilai kemurnian ini merupakan pusat ciri-ciri kedudukan.
Letak nilai-nilai pada satu pola pemisahan-penghubungan dikotomi adalah penyamaan pada suatu pola sejumlah dikotomi lainnya, seperti kejantanan melawan keanggunan, pemusatan-remaja melawan pemusatan-anak dalam pengajaran, dan tradisi klasik melawan tradisi romantis dalam kesenian dan pendidikan (Jenkins, 1975). Setiap pola berhubungan dengan pemisahan aturan nilai, struktur, bentuk dan objektivitas, perasaan berlebihan, ekspresi, dan subjektivitas.
Epistemologi  (Filsafat asal)
Perspektif keseluruhan adalah relativistik, banyak sudut pandang, interpretasi, dan kerangka acuan yang diakui, dan keistimewaan struktural memberikan alasan untuk dianalisa, dibandingkan, dan dievaluasi. Dasar nilai-nilai terletak pada nalar, logika, dan perasionalan sebagaimana pengertian menetapkan, membandingkan, dan membenarkan pengetahuan. Menilai logika, kekerasan, dan kemurnian cenderung mengarah pada pandangan internal dari tubuh pengetahuan sebagai sebuah ketetapan, penghidupan-diri, struktur yang secara mewah saling berhubungan, yang murni, netral, dan bebas-nilai. Pengetahuan ini terlihat objektif dan bebas dari manusia dan nilai sosial dan perhatian.
Filsafat matematika
Kemutlakan ideologi ini berarti bahwa matematika terlihat sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan objektif yang murni, berdasarkan penalaran dan logika, bukan karangan. Jadi hal ini adalah bagian ilmu pengetahuan yang secara logika, cenderung memiliki pandangan bahwa matematika sebagai hirarkis. Hal ini juga merupakan sistem kekakuan, kemurnian, dan kecantikan, sehingga netral dan bernilai budaya, meskipun hal ini memiliki estetika tersendiri. Penerapan matematika, sebaliknya, terlihat sebagai sebuah barang remeh, hanya tehnik belaka, dan bayangan keduniawian abadi, bagian surga kebenaran. Akar dari pandangan tersebut bermula pada Plato, yang memandang ilmu matematika pada kemutlakan, istilah yang sukar dipahami sebagai kemurnian, benar dan baik (Brent, 1978).
Teori tentang masyarakat
Kedudukan ini sangat membangun dan hirarkis pada teori tentang masyarakatnya, meskipun secara politis hal ini mungkin terlalu bebas. Di atas semua itu, hal ini menilai pengetahuan dan tradisi budaya barat, demi kepentingannya sendiri, dan berusaha mempertahankannya. Khususnya terkait dengan budaya penganut faham elit murni pada kelas berpendidikan menengah ke atas. Sehingga kedudukan bertujuan untuk mempertahankan tradisi budaya yang telah ada dan struktur sosial yang berasosiasi. Penyokong tujuan ini adalah asumsi hirarkis yang tak diragukan lagi, lapisan masyarakat, struktur yang menerima warisan dari masa lampau. Hal ini terlihat seperti memisahkan orang ‘berpendidikan’ dari ‘masyarakat biasa’. Budaya kaum elit yang mencoba untuk mengatur masyarakat, agar rakyat biasa tidak memiliki keadilan yang sama. Masyarakat terlihat semata-mata sebagai pengertian dari mempetahankan dan membuat kebudayaan tinggi, yang menyediakan pengukuran tingkatan dalam masyarakat.

Teori anak
Seperti sebuah pandangan yang melihat seseorang yang ditentukan oleh karakter atau sifat menurun mereka. Konservatif ini termasuk, dalam penipisan bentuk, bentuk ideologi lingkungan anak-anak pada tradisi sekolah dasar. Anak-anak bagaikan malaikat yang jatuh dan ember kosong. Bagaimanapun, menurut ideologi ini, susunan ‘halus’ dapat dilemahkan melalui pembangunan karakter dan pendidikan melalui sebuah pembukaan terhadap budaya tradisional. Percobaan-percobaan ini akan menanamkan jiwa yang tepat, nilai dan rasa moral dan estetika.
Tujuan pendidikan

Pusat dari tujuan pendidikan untuk kedudukan ini adalah penyebaran pengetahuan murni dan budaya tinggi serta nilai yang menyertainya. Sehingga tujuan dari pendidikan adalah untuk menghasilkan seseorang yang berpendidikan budaya, dengan sebuah pengapresian budayanya, dan kekuatan dan perasaan diskriminatif yang menyertainya. Hanya kaum minoritas yang akan menerima hal ini, mereka yang melawan pemerintah dan masyarakat yang memimpin. Sehingga tujuan pendidikan yaitu kaum elit, mereka yang hanya dapat dicapai oleh kaum minoritas. Sisa populasi mungkin mengecewakan tujuan ini, tapi mereka akan menjadi lebih baik untuk membidik mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS