Kumpulan nilai moral
Pemisahan
perspektif memfokuskan pada hukum dan peraturan, serta pemusatan perhatian dan
ditujukan pada pengetahuan. Penalaran moral berdasarkan kebenaran, kejujuran,
dan “keadilan buta”, aplikasi keadilan dari kejujuran hukum untuk segala hal,
tanpa memperhatikan permasalahan pribadi manusia dan keprihatinan. Perspektif
ini sesuai dengan Tonggak-konvensional dan Tingkat Hukum dalam teori Kohlberg
tentang perkembangan moral.
Keputusan moral
dihasilkan dari kebenaran, nilai-nilai hukum yang (atau dapat juga) dapat
disetujui oleh semua individu mengubah atau menciptakan sebuah masyarakat yang
dirancang untuk memiliki keadilan dan kebiasaan yang bermanfaat.
(Kohlberg, 1981,
halaman 411)
Nilai-nilai
ini dapat mengandung kebenaran sebelumnya “Kebenaran ditegakkan oleh dasar
kebenaran, nilai dan kontrak sah masyarakat, bahkan ketika mereka berkonflik
dengan peraturan yang konkrit dan hukum kelompok”. Pada tahap yang lebih tinggi
kumpulan nilai “asumsikan pedoman dengan hukum etis menyeluruh yang harus diikuti
seluruh umat manusia”. (Kohlberg, 1981, halaman 411-412)
Menurut Gillian (1982) nilai-nilai
ini merupakan bagian dari pengertian kebudayaan maskulin. Hal ini memberikan
kedudukan tinggi dalam kemutlakan, standar rasional dan alasan yang murni, juga
mendorong ke arah penolakan manusia dari unsur-unsur peradilan yang mengurangi
kejujuran dan keduniawian.
Moralitas kebenaran
disebut sebagai persamaan dan pemusatan pengertian keadilan, ketika etos
pertanggungjawaban mempercayakan pada konsep keadilan, pengakuan perbedaan
sangat diperlukan. Ketika etos kebenaran adalah sebuah perwujudan dari rasa
hormat kesederajatan, menyeimbangkan tuntutan dari yang lain dan diri sendiri,
etos pertangungjawaban mempercayai pengertian yang memberikan kebangkitan
perasaan dan kepedulian.
(Gilligan, 1982, halaman 164-165)
Nilai
terpisah dari ideologi ini juga mendorong ke arah penolakan kebijakan dan
keputusan yang bermanfaat, sebagai lawan hukum kejujuran dan keadilan. Karena
pemusatan alasan, rasionalitas dan logika, ada sebuah estetis kemurnian,
menilai penyederhanaan, penjelasan, kemurnian, dan objektivitas dalam penalaran
moral, tentunya pada seluruh penalaran. Nilai kemurnian ini merupakan pusat
ciri-ciri kedudukan.
Letak nilai-nilai
pada satu pola pemisahan-penghubungan dikotomi adalah penyamaan pada suatu pola
sejumlah dikotomi lainnya, seperti kejantanan melawan keanggunan,
pemusatan-remaja melawan pemusatan-anak dalam pengajaran, dan tradisi klasik
melawan tradisi romantis dalam kesenian dan pendidikan (Jenkins, 1975). Setiap
pola berhubungan dengan pemisahan aturan nilai, struktur, bentuk dan
objektivitas, perasaan berlebihan, ekspresi, dan subjektivitas.
Epistemologi (Filsafat asal)
Perspektif
keseluruhan adalah relativistik, banyak sudut pandang, interpretasi, dan
kerangka acuan yang diakui, dan keistimewaan struktural memberikan alasan untuk
dianalisa, dibandingkan, dan dievaluasi. Dasar nilai-nilai terletak pada nalar,
logika, dan perasionalan sebagaimana pengertian menetapkan, membandingkan, dan
membenarkan pengetahuan. Menilai logika, kekerasan, dan kemurnian cenderung
mengarah pada pandangan internal dari tubuh pengetahuan sebagai sebuah
ketetapan, penghidupan-diri, struktur yang secara mewah saling berhubungan,
yang murni, netral, dan bebas-nilai. Pengetahuan ini terlihat objektif dan
bebas dari manusia dan nilai sosial dan perhatian.
Filsafat matematika
Kemutlakan ideologi
ini berarti bahwa matematika terlihat sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan
objektif yang murni, berdasarkan penalaran dan logika, bukan karangan. Jadi hal
ini adalah bagian ilmu pengetahuan yang secara logika, cenderung memiliki
pandangan bahwa matematika sebagai hirarkis. Hal ini juga merupakan sistem kekakuan,
kemurnian, dan kecantikan, sehingga netral dan bernilai budaya, meskipun hal
ini memiliki estetika tersendiri. Penerapan matematika, sebaliknya, terlihat
sebagai sebuah barang remeh, hanya tehnik belaka, dan bayangan keduniawian
abadi, bagian surga kebenaran. Akar dari pandangan tersebut bermula pada Plato,
yang memandang ilmu matematika pada kemutlakan, istilah yang sukar dipahami
sebagai kemurnian, benar dan baik (Brent, 1978).
Teori tentang masyarakat
Kedudukan
ini sangat membangun dan hirarkis pada teori tentang masyarakatnya, meskipun
secara politis hal ini mungkin terlalu bebas. Di atas semua itu, hal ini
menilai pengetahuan dan tradisi budaya barat, demi kepentingannya sendiri, dan
berusaha mempertahankannya. Khususnya terkait dengan budaya penganut faham elit
murni pada kelas berpendidikan menengah ke atas. Sehingga kedudukan bertujuan
untuk mempertahankan tradisi budaya yang telah ada dan struktur sosial yang
berasosiasi. Penyokong tujuan ini adalah asumsi hirarkis yang tak diragukan
lagi, lapisan masyarakat, struktur yang menerima warisan dari masa lampau. Hal
ini terlihat seperti memisahkan orang ‘berpendidikan’ dari ‘masyarakat biasa’.
Budaya kaum elit yang mencoba untuk mengatur masyarakat, agar rakyat biasa
tidak memiliki keadilan yang sama. Masyarakat terlihat semata-mata sebagai
pengertian dari mempetahankan dan membuat kebudayaan tinggi, yang menyediakan
pengukuran tingkatan dalam masyarakat.
Teori anak
Seperti
sebuah pandangan yang melihat seseorang yang ditentukan oleh karakter atau sifat
menurun mereka. Konservatif ini termasuk, dalam penipisan bentuk, bentuk
ideologi lingkungan anak-anak pada tradisi sekolah dasar. Anak-anak bagaikan
malaikat yang jatuh dan ember kosong. Bagaimanapun, menurut ideologi ini,
susunan ‘halus’ dapat dilemahkan melalui pembangunan karakter dan pendidikan
melalui sebuah pembukaan terhadap budaya tradisional. Percobaan-percobaan ini
akan menanamkan jiwa yang tepat, nilai dan rasa moral dan estetika.
Tujuan pendidikan
Pusat dari tujuan
pendidikan untuk kedudukan ini adalah penyebaran pengetahuan murni dan budaya
tinggi serta nilai yang menyertainya. Sehingga tujuan dari pendidikan adalah
untuk menghasilkan seseorang yang berpendidikan budaya, dengan sebuah
pengapresian budayanya, dan kekuatan dan perasaan diskriminatif yang
menyertainya. Hanya kaum minoritas yang akan menerima hal ini, mereka yang
melawan pemerintah dan masyarakat yang memimpin. Sehingga tujuan pendidikan
yaitu kaum elit, mereka yang hanya dapat dicapai oleh kaum minoritas. Sisa
populasi mungkin mengecewakan tujuan ini, tapi mereka akan menjadi lebih baik
untuk membidik mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar