Bagaimana
individu memperoleh pengetahuan dari dunia luar? Manusia
memperoleh pengetahuan subyektif
berdasarkan interaksi dengan dunia luar, yang melalui data yang masuk atau
melalui tindakan langsung. Akan tetapi interaksi tersebut tidak mencukupi,
karena pengetahuan yang kita peroleh masih bersifat umum. Oleh karena itu, kita
perlu penjelasan tentang pengalaman kita dengan cara megantisipasi dan
menyelidiki keteraturannuya.
Masalahnya adalah
bagaimana kita dapat menjelaskan (membenarkan) pengetahuan ilmiah secara
teoritis berdasarkan pengamatan dan percobaan? Perhatikan bahwa, pikiran
individu adalah aktif, menduga dan meramalkan pola-pola aliran pengalaman
kemudia membangun teori tentang hakekat dunia. Ketika hasil teorinya tidak
memadai diganti dengan dugaan-dugaan baru, diuji kemudian ditetapkan sebagai
hasil teori baru, begitu seterusnya (sesuatu yang rekursif). Jadi pengetahuan
subjektif kita tentang dunia luar terdiri dari perkiraan, yang digunakan
terus-menerus, diuji dan diganti bila disalahkan.
Prinsipnya,
teori-teori ini didasarkan pada dua faktor. Pertama, dari pengalaman langsung
kita. Kedua, teori-teori yang telah ada sebelumnya. Ketergantungan pada
teori-teori sebelumnya inilah yang menjadikan teori subyektif bersifat
rekursif.
Poper
(1959) pandangannya hanya untuk ilmu pengetahuan dan asal usul teori ilmiah.
Glasersfeld (1983, 1984, 1989) menyatakan pandangan subjektif murni tentang
pengetahuan diuraikan sebagai kontrukstivisme radikal. Dunia dapat dipahami
sebagai sumber pengalaman kita. Dari sesuatu yang belum diketahui berubah
menjadi pembangun struktur kognitif. Piaget mencirikan struktur konseptual
ditentukan dari kecukupan pengalaman dan kelayakannya sebagai sarana untuk
memecahkan masalah karena masalah tak pernah berakhir sebagai akibat dari
pengaturan yang konsisten yang kita sebut pemahaman. (Glasersfeld (1983, h. 50
– 51).
Konstruktivisme adalah teori pengetahuan yang berakar
filsafat, psikologi dan sibernetika. Prinsipnya (a) pengetahuan tidak diterima
secara pasif tetapi juga secara aktif dibangun oleh pemahaman subjek (b) fungsi
pemahaman menyesuaikan pengalaman yang telah ada, bukan penemuan dari realitas
ke logis. (Glasersfeld,
1989, halaman 162)
Pandangan berikut
menjelaskan bagaimana kita mengkonstruksi pengetahuan subjektif, mengkonstruksi
pengetahuan yang cocok dengan porsi yang diberikan dunia, yang terkendala
(bertentangan) oleh pemikiran moderen yang berakar ilmu pengetahuan filsafat
yang semua ini tetap menjamin kelangsungan dari pengetahuan. Teori ini belum
menjelaskan kemungkinan komunikasi dan kesepakatan antara individu-individu.
Individu-individu ini mungkin memiliki model subjek yang sama sekali berbeda, bahkan bertentangan, model subjektif dunia.
Perbedaan
tersebut tampaknya tak terhindarkan, namun hal
ini tidak terjadi. Seperti yang diuraikan, pandangan konstruktivis
sosial yang memberikan penjelasan tentang perkembangan pengetahuan dunia
manusia, interaksi sosialnya, dan pemerolehan bahasanya. Suatu mekanisme yang
meningkatkan kesesuaian pengetahuan subjektif dengan dunia harus memperhatikan
kesesuaian dengan dunia sosial, termasuk pola penggunaan bahasa dan perilaku. Glasersfeld, dunia pengalaman kognisi subjek, tidak
membedakan antara realitas fisik atau sosial. Dengan demikian generasi dan
adaptasi teori pribadi berdasarkan makna data dan interaksi sama-sama berlaku
untuk dunia sosial, sebagaima ditunjukkan uraian berikut.
Sejak
kelahirannya, individu menerima kesan makna dari dunia eksternal dan dunia
sosial demikian juga dia berinteraksi. Teori-teori subyektif untuk menjelaskan,
dan kemudian menjadi pemandu, interaksi mereka dengan alam ini terus-menerus
diuji melalui interaksi dengan lingkungan. Bagian dari aktivitas mental ini
berkaitan dengan orang dan bahasa. Mendengar
pembicaraan mengarah pada teori-teori tentang makna kata (dan kalimat) dan
penggunaan. Saat teori ini diduga, mereka diuji melalui tindakan dan
ucapan-ucapan. Pengetahuan subjektif tentang
bahasa ini cenderung lebih prosedural daripada pengetahuan proposisional. Artinya,
akan lebih merupakan masalah 'mengetahui bagaimana' daripada mengetahui bahwa'
(Ryle, 1949).
Halliday
(1978) menjelaskan kompetensi penguasaan bahasa dalam tiga sistem yang saling
terkait, yaitu bentuk, makna, dan fungsi (sosial) bahasa. Bentuk dan fungsi
bahasa adalah sistem yang dimanifestasikan secara umum, yang terbuka untuk
koreksi dan kesepakatan. Sementara sistem makna adalah pribadi.
Orang
yang berbeda yang tumbuh dalam bahasa yang sama seperti semak-semak yang
dipangkas dan dilatih untuk membentuk gajah secara identik. Detail anatomis ranting dan cabang dari semak ke
semak-semak akan memenuhi bentuk gajah dengan cara berbeda, namun secara
keseluruhan hasil luarnya sama. (Quine,
1960, halaman 8)
Apa yang telah
diberikan adalah penjelasan tentang bagaimana individu memperoleh
(mengkonstruksi) pengetahuan subjektif, termasuk pengetahuan bahasa. Dua fitur
kunci dari penjelasan ini adalah sebagai berikut. Pertama, ada konstruksi aktif pengetahuan, biasanya konsep
dan hipotesis, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Kedua, ada peran penting yang dimainkan
oleh pengalaman dan interaksi dengan dunia fisik dan sosial, baik dalam
tindakan fisik dan mode pembicaraan. Pengalaman ini digunakan sebagai
pengetahuan, akan tetapi pengalaman ini tidak sesuai dengan hasil yang
dimaksudkan dan dirasakan. Oleh karena itu perlu restrukturisasi pengetahuan,
agar sesuai dengan pengalaman. Efek pembentukan pengalaman, menggunakan
metafora Quine, tidak boleh diremehkan.
Bauersfeld
menjelaskan teori ini sebagai sifat
triadic pengetahuan manusia: struktur pengetahuan subjektif, oleh karena
itu konstruksi subyektif berfungsi sebagai model yang layak, yang telah
dibentuk melalui adaptasi pada perlawanan dari 'dunia' dan melalui negosiasi
dalam interaksi sosial '. (Grouws et al, 1988, halaman 39)
Konsekuensi lebih lanjut mengenai
pandangan pertumbuhan pengetahuan subjektif berkaitan dengan sejauh mana makna
yang melekat pada informasi simbolik, seperti buku atau bukti matematis. Sesuai
pandangan yang diajukan, makna-makna itu dikonstruksi pembaca. (Pandangan ini pada dasarnya, pendekatan dekonstruktif
Derrida untuk makna tekstual; Anderson dkk, 1986), Aturan linguistik, konvensi
dan norma-norma direkonstruksi oleh pembaca selama pemerolehan bahasa mereka
membatasi pembaca pada suatu interpretasi yang mungkin cocok dengan
interpretasi pembaca lainnya. Dengan kata
lain, tidak ada makna dalam buku-buku dan bukti-bukti. Makna harus
diciptakan oleh pembaca, atau lebih tepatnya, dibangun atas dasar makna subjektif
yang ada. Makna bahasa dalam masyarakat tergantung pada pribadi pembacanya.
Aturan bahasanya dikonstruksi agar sesuai dengan batasan-batasan yang
ditetapkan secara umum. Namun, kesepakatan sosial bagaimana sebuah simbolisme
harus diterjemahkan untuk membatasi konstruksi makna individu, sehingga
memberikan arti bahwa di dalam isi teks itu sendiri terdapat muatan informasi.
Pengetahuan,
kebenaran dan makna tidak dapat dikaitkan dengan sekumpulan tanda atau simbol.
Hanya penetapan makna seperangkat tanda, atau sebuah sistem simbol dari sebuah
dokumen yang dipublikasikan, bagi seorang individu dapat menghasilkan
pengetahuan atau makna. Seperti dalam teori komunikasi, pengkodean
adalah penting jika makna dikaitkan dengan satu set kode penyiaran.
Menurut pandangan
konstruktivis, pertumbuhan pengetahuan subjektif seorang individu dibentuk oleh
interaksi dengan orang lain (dan dunia).
Suatu fungsi f(x)
(didefinisikan pada bilangan real) mendekati tak terhingga dapat dikonstruksi
lebih halus dalam bahasa analisis matematika yaitu, bahwa untuk setiap bilangan
real r terdapat bilangan real s lain sedemikian hingga jika x > s, maka f(x) > r. Perumusan kembali ini tidak lagi
mengatakan bahwa fungsi secara harfiah mendekati tak terhingga, tetapi bahwa
untuk setiap nilai yang berhingga, ada suatu titik sedemikian hingga semua
nilai dari fungsi melebihi titik itu. Perhatikan bahwa pernyataan pertama tetap
dipertahankan untuk memperoleh definisi yang lebih tepat.
Secara
ringkas, bahwa:
a.
pengetahuan subjektif
tidak diterima secara pasif tetapi secara aktif dibangun oleh kesadaran subjek,
dan bahwa fungsi kognisi adalah adaptif dan melayani organisasi dunia
pengalaman individu (Glasersfeld, 1989 ),
b.
proses ini
memperhitungkan pengetahuan subjektif tentang dunia dan bahasa (termasuk
matematika),
c.
kendala objektif,
baik secara fisik dan sosial, memiliki efek membentuk pengetahuan subyektif,
yang memungkinkan untuk sebuah 'kesesuaian' antara aspek-aspek pengetahuan
subyektif dan dunia luar, termasuk bentuk-bentuk fisik dan sosial, dan
pengetahuan individu-individu lain,
d.
makna hanya dapat
diberikan oleh individu, dan tidak intrinsik untuk sebarang sistem simbolis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar