Pengetahuan
murni, termasuk matematika, diklaim untuk memulai masyarakat yang memisahkan
pekerjaan tangan dengan otak (Restivo, 1985). Pada masyarakat seperti Yunani
kuno, pekerjaan intelektual dipisahkan dari pekerjaan manual, menjadi wewenang
kelas social yang lebih bertenaga, kaum elit, berteman dekat dengan para
penguasa masyarakat.
Selama
ribuan tahun, penelitian tentang matematika murni telah berteman dengan budaya
tinggi dan pendidikan budaya kaum elit. Sekolah Menegah Plato memasang tanda
pada seluruh pintu yang melarang masuk siapapun yang belum mempelajari
geometri. Roman Boethius meyakinkan bahwa tempat tersebut memberikan pelajaran
matematika dalam sebuah pendidikan budaya. Dia menggabungkan kuadrivium dalam
matematika seperti aritmetika, geometri, musik, dan astronomi dengan hal-hal
sepele dalam inti kurikulum budaya. Di luar kurikulum di hari-harinya (tahun
480-524), Boethius mempengaruhi pendidikan di Inggris selama seribu tahun
setelahnya, melalui bukunya (Howson, 1982).
Meskipun
keberuntungannya berubah-ubah, matematika murni merupakan bagian pusat
kurikulum sekolah umum selama masa Victorian, yang sebagian besar diwakili oleh
unsur-unsur Euclid. Hal ini dinilai untuk sumbangsihnya pada perkembangan
pemikiran, sebagaimana laporan perwira kerajaan pada 1861:
Matematika kurang
lebih telah menciptakan sebuah gelar kehormatan sebagai sebuah instrument
kedisiplinan mental; mereka dihargai dan dihormati di perguruan tinggi.
(Menteri
Pendidikan, 1958, halaman 2-3)
Pendidikan
geometri dikritik oleh perwira Taunton pada 1868, namun tidak ada ancaman bagi
kemurnian silabus di abad ke-19 (Howson, 1982). Tentunya, hanya pada abad ke-20
di mana unsur penerapan matematika mulai dimasukkan dalam kurikulum sekolah
selektif, mendorong ke arah mata pelajaran matematika level ‘A’ pada tahun
1950-an (Cooper, 1985).
Fakta
bahwa tekanan pelatih industri dan pragmatis teknologi untuk penerapan ilmu
pengetahuan ditentang untuk beberapa waktu yang cukup lama merupakan sebuah
indikasi adanya kekuatan ruang masuk para ahli lama, ahli matematika utamanya.
Mayoritas sarjana matematika, tentunya pada setengah abad ini, menjunjung
kemurnian matematika dan mengabaikan manfaat atau penerapan matematika.
Sehingga tidak ada filosofi tradisional matematika, seperti yang kita lihat
pada Bab 1. Matematika dikenal dengan matematika murni, dan penggunaannya tidak
dipertimbangkan sebagai perhatian dari ahli ilmu pasti ‘nyata’ lainnya, atau
dari filosofi matematika. Dalam pembahasan sifat dasar matematika, baik Frege,
Russell, Hilbert, Bernays, Brouwer, maupun Heyting tidak memilih apapun selain
pengetahuan matematika murni.
Nilai
kemurnian sangat tembus, mereka menjadi tak
terlihat. Hardy menggambarkan nilai ini:
Jika permasalahan
catur adalah, dalam pengertian sederhana, ‘tek berguna’, maka hal ini akan
berlaku sama untuk semua ilmu matematika terbaik; di mana sangat sedikitnya
matematika yang berguna pada nyatanya, dan hal itu adalah kebodohan secara
komparatif.
(Newman, 1956,
halaman 2029)
Aku tak pernah
melakukan hal apapun yang ‘tak berguna’. Tak ada penemuan yang telah kubuat,
atau yang akan kubuat… paling tidak perubahan dunia.
(Newman, 1956,
halaman 2038)
Ahli
matematika Halmos (1985) menggambarkan nilai-nilai ini dengan judul selembar
kertas. ‘Penerapan Matematika adalah Matematika yang Buruk’, di mana dia
membedakan estetis kemurnian ‘orang yang tahu’ dari perhatian berguna ‘orang
yang melakukan’. Beberapa hal berikut akan menjelaskan pernyataan ini.
Keunggulan pikiran
melalui perkara menemukan ekspresi matematika dalam tuntutan bahwa matematika
akan segera menjadi bentuk pemikiran yang termulia dan termurni, yang didapat
dari pemikiran murni… dan terdapat sebuah pernyataan tak terucapkan bahwa ada
sesuatu yang buruk tentang penerapan.
(Davis dan Hersh,
1980, halaman 85)
Para
ahli lama matematika merayakan keindahan di dalam kemurnian matematika. Banyak
ahli matematika yang telah menyatakan keelokan, keindahan, keselarasan, keseimbangan
di dalam matematika (Davis dan Hersh, 1980).
Banyak ahli
matematika murni menganggap kekhususan mereka sebagai sebuah seni, dan salah
satu istilah mereka untuk penghargaan tertinggi bagi pekerjaan orang lain
adalah ‘keindahan’.
(Halmos, 1981, halaman
15)
Keindahan merupakan
ujian akhir; tidak ada tempat yang tetap di dunia untuk matematika yang buruk.
(Hardy, dikutip
dari Steen, 1981, halaman 36)
Seperti
para ahli lama lainnya, keanekaragaman matematika memegang pandangan kaum elit
sebagai orang yang dapat menyumbang kebudayaan tinggi. Sehingga menurut ahli
matematika Adler:
Setiap generasi
memiliki banyak ahli matematika hebat, dan matematika tidak akan mencatat
ketidakhadiran yang lain… tidak pernah ada keraguan tentang siapa yang
merupakan dan siapa yang bukan merupakan seorang ahli matematika yang kreatif,
sehingga semuanya diperlukan untuk menjejaki aktivitas orang-orang ini.
(Adler, dikutip
dari Davis da Hersh, 1980, halaman 61)
Pengaruh
para ahli lama matematika, dan nilai-nilai mereka, telah menunjukkan sejumlah
laporan resmi pendidikan, seperti laporan Spens pada 1938:
Tidak ada materi
sekolah, kecuali hal klasik mungkin, yang telah menderita lebih dari matematika
untuk tujuan kedua dari pada tujuan utama, dan untuk menegaskan nilai tambahan
dari pada nilai intrinsic. Sebagaimana pemikiran pada lama, hal ini telah
sedikit diberitahukan oleh ide umum… hal ini terkadang bermanfaat, bahkan
sangat bermanfaat, tapi hal ini sangat menolak kebenaran di mana matematika
yang sesungguhnya menyediakan aktivitas penting dan perjalanan manusia
berbudaya… Kita percaya bahwa pendidikan matematika akan meletakkan tempat
berpijak pada sebuah kedudukan suara hanya ketika guru setuju bahwa pemikiran
seni dan music serta pengetahuan fisik harus difikirkan, karena hal ini
merupakan garis utama di mana kekreativan manusia telah mengikuti
perkembangannya.
(Menteri
Pendidikan, 1958, halaman 17)
Cooper
(1985) menunjukkan bahwa ahli matematika perguruan tinggi yang berkelompok
dengan guru sekolah umum kaum elit telah sukses selama awal 1960-an dalam
pembawaan kurikulum matematika sekolah yang menyerupai matematika perguruan
tinggi (meskipun pragmatis teknologi juga sukses dalam pengenalan lebih banyak
penerapan pada kontennya).
Para ahli lama matematika melihat matematika,
dengan variasi, memiliki sebuah tradisi dan separuh ribuan tahun lamanya. Hal
ini menunjukkan bakat matematika dengan kecerdasan murni, dan berpusat pada
struktur pengetahuan matematika, dan pada nilai ahli matematika, jadi hal ini
adalah ‘pemusatan-matematika’. Hal ini dilambangkan dengan ahli matematika
murni di perguruan tinggi, duduk di bangku ujian dan dengan perhimpunan
matematika, di Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar