Sebagaimana quasi-empirisme, fokus utama konstruksi
sosial adalah asal-usul pengetahuan matematika, dibandingkan pembenarannya.
Pengetahuan matematika baru yang dihasilkan dapat berupa pengetahuan subjektif
ataupun objektif, dan memberi ciri khusus pada konstruktivisme sosial dengan menganggap keduanya merupakan bentuk pengetahuan, dan menghubungkan
keduanya dalam siklus kreatif. Ini bukanlah hal yang luar biasa dalam memandang
pengetahuan subyektif dan pengetahuan subyektif yang diperlakukan secara
bersama dalam filsafat, sebagaimana dalam Popper (1979). Apa yang kurang umum
adalah memperlakukan hubungan mereka, karena ini terkait dengan asal-usul
pengetahuan dalam filsafat.
Konstruktivisme sosial
menghubungkan pengetahuan subjektif dan objektif dalam sebuah siklus di mana masing-masing memberikan kontribusi dalam pembaruan satu sama lain. Pada siklus ini, jalur yang diikuti pencapaian pengetahuan matematika baru dari pengetahuan subyektif (pembentukan pribadi
seorang individu), melalui publikasi menjadi pengetahuan (dengan pengawasan bahasan inter-subjektif, reformulasi dan penerimaan).
Pengetahuan objektif diinternalisasi dan direkonstruksi oleh individu, selama
belajar matematika, untuk menjadi pengetahuan subjektif individual. Menggunakan pengetahuan ini, individu membuat dan mempublikasikan
pengetahuan matematika baru, sehingga melengkapi siklus. Jadi pengetahuan
subjektif dan objektif matematika masing-masing memberikan kontribusi kepada
penciptaan dan penciptaan-ulang yang lain. Asumsi yang mendukung catatan
konstruktivis sosial untuk penciptaan pengetahuan sebagai berikut :
1.
Seorang individu memiliki pengetahuan subyektif tentang matematika
Perbedaan
utama adalah
antara pengetahuan subjektif dan objektif. Berfikir
secara matematis dari seseorang (baik proses dan produk,
pengetahuan matematika) adalah pikiran subjektif. Hal ini sebagian besar mempelajari pengetahuan (yaitu rekonstruksi objektif) tetapi, tetap mengikuti
batasan-batasan tertentu yang kuat, proses hasil penciptaan-kembali
dalam
representasi subjektif yang unik dari pengetahuan matematika.
Selanjutnya, individu menggunakan pengetahuan ini untuk membangun
pengetahuannya sendiri, produk matematika yang unik, kreasi
dari pengetahuan matematika subjektif yang baru.
2.
Publikasi adalah
perlu (tetapi tidak cukup) agar pengetahuan subjektif menjadi
pengetahuan objektif matematika
Ketika hasil pengetahuan matematika subjektif dari individu masuk ke masyarakat umum melalui publikasi, maka memenuhi syarat untuk menjadi pengetahuan
objektif. Ini tergantung pada keberterimaannya, tetapi pertama-tama harus dinyatakan secara fisik (dalam cetak, media elektronik, secara tertulis, atau
sebagai kata yang diucapkan). (Di sini pengetahuan dipahami tidak hanya
meliputi pernyataan, tetapi juga pembenaran mereka, biasanya dalam bentuk bukti
informal).
3.
Melalui
penerbitan heuristik Lakatos, pengetahuan menjadi pengetahuan obyektif
matematika
Matematika
terpublikasi
adalah subyek untuk dicermat
dan dikritik oleh orang lain, mengikuti heuristic Lakatos (1976), yang mana dalam hasil reformulasi dan penerimaan sebagai pengetahuan obyektif matematika (misalnya, diterima secara sosial). Penerapan yang sukses di
heuristik ini cukup untuk penerimaan sebagai pengetahuan matematika
objektif, meskipun pengetahuan itu selalu menyisakan tantangan
terbuka.
4.
Heuristik ini
tergantung pada kriteria objektif
Selama mempelajari asal-usul pengetahuan matematika, kriteria objektif memainkan bagian
penting (logika otonomi Lokatos untuk penemuan matematika, dipahami
secara filosofis, bukan secara historis). Kriteria ini digunakan
dalam tinjauan
kritis terhadap pengetahuan matematika, dan termasuk
berbagi inferensi gagasan yang valid dan asumsi metodologis dasar lainnya.
5.
Kriteria
obyektif untuk mengritik pengetahuan matematika yang terpublikasi didasarkan
pada pengetahuan objektif bahasa, seperti matematika.
Kriterianya tergatung pada besar dan luas pengetahuan matematika yang dimiliki, tetapi pada akhirnya berhenti pada pengetahuan bahasa bersama, yaitu, pada konvensi linguistik (pandangan conventionalist untuk dasar pengetahuan).
Ini juga secara sosial diterima, dan karenanya objektif. Dengan demikian baik pengetahuan matematika terpublikasi maupun yang konvensi linguistic, dimana pembenaran berada, adalah pengetahuan objektif.
6.
Pengetahuan
subyektif matematika yang diinternalisasikan secara luas, akan merekonstruksi
pengetahuan objektif.
Tahap
utama dalam siklus penciptaan matematika adalah internalisasi, yaitu
representasi subjektif dari dalam, dari matematika obyektif dan pengetahuan linguistik. Melalui pembelajaran bahasa dan
representasi inti matematika dari pengetahuan ini, termasuk aturan yang terkait, batasan dan kriteria dibangun. Hal ini membolehkan
baik penciptaan matematika subyektif, maupun partisipasi
dalam proses mengkritisi dan mereformulasi (yaitu publik) pengetahuan matematis.
7.
Kontribusi
individu dapat menambahkan, melakukan restrukturisasi atau reproduksi
pengetahuan matematika
Berdasarkan pengetahuan
subyektif matematika, maka secara individu berpotensi melakukan kontribusi ke
dalam wadah pengetahuan objektif. Ini dapat menambah, restrukturisasi, atau
hanya mereproduksi pengetahuan matematika yang sudah ada. Tambahan bisa berupa
dugaan atau bukti baru, yang mungkin termasuk konsep atau definisi baru. Mereka
dapat juga berupa terapan baru dari matematika yang sudah ada. Kontribusi
restrukturisasi bisa berupa konsep baru atau teorema yang digeneralisasi atau
hubungan dua atau lebih bagian pengetahuan matematika yang sudah ada
sebelumnya. Kontribusi yang mereproduksi matematika yang sudah ada biasanya
berbentuk buku teks atau perluasan lanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar