Pages

Sebuah Tinjauan terhadap Pandangan Para Ahli Lama Matematika

Senin, 19 Desember 2016


Kekuatan dari perspektif ini adalah penekanannya pada organisasi dan struktur matematika sebagai kedisiplinan teoritis, dengan konsep penyatuan pusat. Berhubungan dengan apresiasi keindahan dan estetika matematika. Focus terhadap nilai intrinsik matematika berarti bahwa aspek penting ini tidaklah disia-siakan, sebagaimana mereka dalam perspektif yang bermanfaat.
Sebuah tinjauan ideologi
Pokok ideologi para ahli lama adalah membuka sejumlah kecaman. Pertama, terdapat pandangan kemutlakan-murni matematika yang menyangkal hubungan antara matematika murni dan penerapannya. Untuk melihat matematika sebagai kemurnian yang nyata, dipisahkan dari bayangan dasar penerapannya adalah menuju bahaya, mitos tak ternoda. Banyak perkembangan dalam matematika murni, seperti konstribusi Newton dalam kalkulus, tidak dapat dipisahkan dari masalah dan pendorong ilmiah. Sekarang ini perkembangan penghitungan sangat membentuk perkembangan matematika murni (Steen, 1988). Keadaan matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan lagi, dari pada dapat menggelombang dan mengunsur dalam teori kuantum. Kemurnian dan penerapan matematika harus dihormati sebagai dua fakta yang sama.
Yang kedua, akademis ‘menara gading’, dan perkumpulan kaum elit dari kedudukan ini secara moral tak sehat. Hal ini menentang bahwa matematika memiliki banyak keterlibatan di dalamnya, atau tanggung jawab yang lebih luas lagi, masalah social. Bagaimanapun juga matematika adalah bagian dari ilmu pengetahuan, seperti ahli matematika yang merupakan bagian masyarakat, dan tidak ada dasar moral untuk menolak tanggung jawab bagian tersebut atau yang lebih besar lagi, dalam kasus lain. Bersadarkan sebuah perspektif pada gagasan bahwa matematika pada hakekatnya baik, dalam beberapa pengertian, maka untuk menolak tanggung jawab jika hal ini mengakibatkan sesuatu yang buruk, melalui pengaruh negatif pada kehidupan lain dalam masyarakat atau sekolah, adalah tidak bertanggung jawab atau tidak benar secara moral. Tidak ada wilayah ilmu pengetahuan atau kehidupan yang berhak dalam hak prerogatif pemerintah, dalam masyarakat demokrasi semuanya memiliki tanggung jawab.
Ketiga, ada asumsi yang tidak tepat dari pandangan tetap kemampuan manusia, berhubungan dengan percontohan dan pandangan kaum elit tentang sifat dasar manusia dan masyarakat. Apapun bagian warisan yang bermain dalam menentukan kemampuan matematika dan manusia, hal ini secara luas telah diterima bahwa pengaruh lingkungan memiliki sebuah pengaruh besar dalam realisasinya (Beck dkk., 1976).
Hasil pendidikan negatif
Kelemahan ini memiliki akibat penguburan bagi pendidikan. Pertama, ada permasalahan yang membendung dari pandangan ‘bawah puncak’ kurikulum matematika. Hal ini melihat fungsi utama matematika level ‘A’ yang menyiapkan siswa untuk matematika perguruan tinggi, dan seterusnya sepanjang tahun pendidikan yang diterima di sekolah. Akibat yang tak masuk akal adalah pendidikan matematika untuk semua orang melayani keperluan beberapa orang saja, sebagian kecil kurang dari 1 persen yang mempelajari matematika murni pada perguruan tinggi. Sebuah akibat utama perbaikan pada tahun 1960-an adalah hal ini (Howson dan Wilson, 1986). Rencana pembelajaran untuk seluruhnya tersusun sebagai versi ‘mempermudah’ dari persiapan rencana pembelajaran status akademis yang lebih tinggi. Sehingga kesempatan untuk mengembangkan rencana pembelajaran yang berdiri-bebas yang lebih tepat tidak diambil. Sebagai akibatnya, banyak siswa mempelajari kurikulum matematika tidak disesuaikan dengan kebutuhan mereka sebelumnya, apapun yang mereka peroleh (Cockcroft, 1982).
Pandangan ‘bawah puncak’ kurikulum memperluas dari sekedar matematika, dan dapat dirubah menjadi subjek akademis sekolah apapun. Hal ini dijelaskan oleh pandangan para ahli lama bahwa pengetahuan murni di atas pengetahuan terapan dan kemampuan praktek dalam pendidikan. Hasilnya adalah rencana pembelajaran yang tidak tepat untuk kebanyakan siswa, rencana pembelajaran tidak dirancang dengan baik berdasarkan keperluan mereka maupun ketertarikan dalam pikiran. Penjelasan masuk akal satu-satunya untuk masalah ini adalah pendidikan melayani ketertarikan para ahli lama, dengan mengorbankan ketertarikan masyarakat seluruhnya. Untuk sebuah kurikulum murni, dengan nilai yang menyertainya, menyediakan sebuah sumber tenaga baru kepada pengelompokan ahli lama. Hal ini juga mendidik mereka yang gagal memasuki kelompok untuk mengakui nilainya dan membantu mengamankan status dan tenaganya.
Kurikulum matematika, khususnya, menyiapkan sebagian kecil siswa untuk menjadi ahli matematika selagi mengajar sisanya agar mengagumi subjek itu. Membiarkan sebuah kelompok mengubah tujuan pendidikan seperti ini, untuk melayani ketertarikan pribadinya, adalah salah dan anti-pendidikan. Hasilnya membuat lebih banyak orang menjadi tidak bermanfaat dari pada yang bermanfaat, berarti bahwa pada manfaat akan berhenti sendiri, sistem tidak mendukung.
Akibat kedua dari perspektif ini, adalah matematika ditampilkan pada pelajar sebagai sesuatu yang objektif, tambahan, dingin, keras, dan terpencil (Ernest, 1986, 1988b). Hal ini memiliki sebuah efek negativ besar pada sikap dan tanggapan afektif terhadap matematika (Buerk, 1982). Khususnya, gambaran matematika terpisah ini dipertimbangkan untuk menjadi sebuah faktor pembuat sikap negativ wanita terhadap matematika, dan ketidakpartisipasian mereka selanjutnya (universitas terbuka, 1986). Matematika dipandang sebagai hal yang tidak berhubungan dengan dunia, aktivitas manusia, dan budaya mengasingkan siswa, tanpa tergantung dengan jenis kelamin. Penekanan pada struktur matematika dan logika, dari perspektif ini, dapat melemahkan semangat. Polya mengutip pernyataan Hadamard:
Objek kekakuan matematika adalah menyetujui dan melegalkan penaklukan intuisi, dan tidak pernah ada objek lain dalam hal ini.
(Howson, 1973, halaman 78)
Penekakan menjauh dari manusia, aspek proses matematika berpihak pada objektifitas dan kekakuan menurunkan keterlibatan pribadi dalam pembelajaran matematika. Kebanyakan laporan terbaru yang berwenang terhadap matematika telah menekan kepentingan partisipasi aktiv pada pembelajarannya dalam konteks manusiawi, khususnya penyelesaian masalah, penerapan dan kerja investigasi (Dewan Pengajar Matematika Nasional, 1980, 1989; Cockcroft, 1982; Baginda Inspektorat, 1985). Sebaliknya, sebuah penekakan luar biasa pada kekakuan, struktur, dan formalism mendorong ke arah hal yang tidak dapat dimengerti dan kegagalan.
Ketiga, asumsi bahwa kemampuan matematika ditetapkan oleh keturunan, merugikan mereka yang tidak dijuluki berbakat matematika. Penjulukan tertentu untuk seseorang menurut tanggapan orang lain sesuai dengan bakat mereka, dikenal sebagai pemenuhan-diri (Meighan, 1986). Hasilnya adalah menurunkan tingkat pencapaian mereka yang dijuluki berkemampuan rendah, merusak prestasi matematika (Ruthven,1987). Hal ini juga berdampak pada masalah jenis kelamin dalam matematika, di mana meniru kemampuan matematika sebagai sebuah sifat kejantanan yang dihormati sebagai sebuah factor penyebab utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS