Pages

Hakekat Pengetahuan Obyektif dan Subyektif

Senin, 05 Desember 2016

Sebelum membahas lebih lanjut tentang eksposisi dan pengembangan konstruktivisme sosial perlu dipertegas beberapa filsafat pendahuluan. Kunci utama yang digunakan adalah perbedaan antara pengetahuan subjektif dan pengetahuan objektif. Hal ini diperjelas oleh pertimbangan definisi Popper (1979) terhadap tiga dunia berbeda, dan jenis-jenis keterkaitan pengetahuan.

Kita bisa menyebut dunia fisik dunia 1, dunia pengalaman sadar kita dengan ‘dunia 2, dan dunia muatan logis buku, perpustakaan, memori komputer, dan lainnya dunia 3. (Popper, 1979, hal. 7a).
Pengetahuan subjektif adalah pengetahuan dunia 2, pengetahuan objektif adalah dunia 3, dan menurut Popper termasuk produk-produk dari pikiran manusia, seperti teori-teori yang diterbitkan/publikasikan, diskusi mengenai teori-teori semacam itu, terhadap masalah terkait, bukti-bukti; dan itu buatan manusia dan bisa berubah.
Istilah pengetahuan objektif, digunakan dalam cara yang berbeda dari Popper, merujuk kepada semua pengetahuan yang intersubjektif dan sosial. Kita berharap dapat menentukan semua yang dikerjakan Popper sebagai pengetahuan objektif, termasuk teori-teori matematika, aksioma, dugaan, bukti-bukti, baik formal maupun informal. Satu perbedaannya adalah kita juga ingin menyertakan tambahan produk-produk dari pikiran manusia sebagai pengetahuan objektif, khususnya kesepakatan dan aturan bersama (tapi mungkin implisit) dalam pemakaian bahasa. Jadi, merujuk kesepakatan bersama, pengetahuan intersubjektif sebagai objektif, bahkan jika itu adalah pengetahuan implisit, yang belum sepenuhnya diartikulasikan. Perluasan ini sangat mungkin ditolak Popper.
Selanjutnya teori sosial tentang obyektifitas diadopsi dari pengertian yang dikemukakan Bloor.
Teorinya adalah :
Yang saya maksud dengan mengatakan bahwa objektivitas adalah sosial adalah bahwa karakter pribadi dan stabil yang melekat pada sebagian dari keyakinan kita, dan rasa realitas yang melekat pada referensi mereka, berasal dari kepercayaan ini menjadi institusi sosial.
Saya mengambil itu bahwa kepercayaan yang obyektif adalah salah satu yang bukan milik individu. Ia tidak berfluktuasi seperti pernyataan subjektif atau preferensi pribadi. Hal ini bukan milikku atau milikmu, tapi bisa dibagi. Ia memiliki aspek luar yang serupa kepadanya (external thing-like). (Bloor, 1984, hal 229)

Bloor berpendapat bahwa dunia 3 Popper dapat dipertahankan dan berhasil diidentifikasi dengan dunia sosial. Dia juga berpendapat bahwa tidak hanya struktur tiga-kelompok teori Popper dipertahankan di bawah transformasi ini, tetapi juga hubungan antara ketiga dunia tersebut. Tentu saja, interpretasi sosial tidak mempertahankan makna bahwa Popper menyertakan ke objektivitas, siapa orang yang memperhatikan karakter logis teori-teori, bukti-bukti dan argumen-argumen, yang cukup untuk menjamin objektivitas dalam arti idealis. Disamping itu, pandangan sosial dapat menguraikan sebagian besar, jika tidak semua, ciri objektivitas: otonomi pengetahuan objektif, karakter eksternal yang serupa (mungkin arti asal ‘object’-ivity), dan bebas dari sembarang pengetahuan dari pengetahuan subjektif suatu subyek. Pandangan sosial dalam melihat pengetahuan objektif, seperti budaya, berkembang secara otonom sesuai dengan aturan yang diterima secara diam-diam, dan tidak tunduk pada perintah sembarang individu. Karena objektif pengetahuan dan aturan ada di luar individu (dalam masyarakat), mereka tampaknya memiliki kemiripan obyek (object-like) dan keberadaan bebas (independent existence).
Dengan demikian dapat dilihat bahwa pandangan sosial menguraikan banyak karakteristik yang diperlukan bagi objektivitas. Di atas ini, perlu dicatat bahwa pandangan sosial Bloor tentang objektivitas menjelaskan dan menguraikan untuk obyektifitas. Sebaliknya pandangan tradisional (termasuk Popper) menguraikan, atau pada paling baik mendefinisikan objektivitas (intensif atau ekstensif), tetapi tidak pernah menguraikan, atau menjelaskan objektivitas. Untuk otonomi, eksistensi independen dari pengetahuan objektif adalah secara tradisional perlu ditunjukkan, tanpa penjelasan tentang apa objektivitas itu, atau bagaimana pengetahuan objektif dapat muncul dari pengetahuan manusia subyektif. Sebaliknya, pandangan sosial tentang objektivitas dapat menyumbang penjelasan tentang dasar dan hakekat objektifitas dan pengetahuan objektif. .
Satu masalah kemudian yang harus dihadapi pandangan sosial adalah penjelasan tentang perlunya kebenaran logis dan matematika. Jawabannya diberikan oleh Bloor (1983, 1984), dan diadopsi di sini, yaitu bahwa keperluan ini (dipahami dalam pengertian fallibilist) berada pada konvensi dan aturan linguistik, seperti usulan Wittgenstein. Ini adalah penjelasan conventionalist penuh tentang dasar pengetahuan logika dan matematika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS