Empirisme kuasi adalah nama yang diberikan kepada filsafat matematika yang
dikembangkan oleh Imre Lakatos (1976, 1978). Aliran ini memandang matematika
sebagai apa yang ahli matematika lakukan dan dengan semua kekurangan yang
melekat pada aktifitas atau ciptaan manusia. Empirisme kuasi menampilkan “arah
baru dalam filsafat matematika” (Tymoczko, 1986), karena penekanannya pada
praktek matematika. Para pendukung dari pandangan ini adalah Davis (1975),
Hallett (1979), Hersh (1979), Tymoczko (1979) dan setidaknya sebagian, Putnam
(1975).
Berikut ini adalah sketsa awal dari pemikiran empirisme kuasi. Matematika adalah sebuah dialog diantara
orang-orang yang mencoba menyelesaikan persoalan matematika. Ahli matematika
tidak bisa lepas dari kesalahan dan produk mereka termasuk konsep dan
pembuktian tidak dapat dianggap produk akhir atau sempurna tetapi masih
membutuhkan negosiasi kembali sebagai standar perubahan yang harus dilakukan
dengan teliti atau sebagai tantangan baru atau makna yang muncul. Sebagai
aktifitas manusia, matematika tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang
terpisah dari sejarah dan aplikasinya ke dalam sains dan ilmu lainnya.
Empirisme kuasi menampilkan “kembangkitan kembali empirisme dalam filsafat
matematika terkini” (Lakatos, 1967).
Lima tesis dari empirisme kuasi dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengetahuan matematika dapat keliru
2. Matematika Bersifat
Hipotetis-deduktif
3. Sejarah adalah pusat
4. Penegasan Pentingnya Matematika
Informal
5. Dimasukkannya Teori Penciptaan
Pengetahuan
Ada
pola sederhana untuk penemuan matematika atau pertumbuhan teori matematika
informal. Pola tersebut terdiri dari tahap-tahap berikut:
1. Dugaaan
awal.
2. Pembuktian (eksperimen atau
argument, perubahan dari dugaan awal menjadi sub-dugaan atau lemma).
3. Kontra contoh
“global” (kontra contoh untuk
dugaan sederhana)
4. Bukti pengujian kembali: “lemma yang salah” untuk
kontra contoh global adalah kontra contoh “local”.
Empat tahap ini adalah inti dari analisa bukti.
Tetapi ada beberapa tahap standar berikutnya yang sering muncul:
5. Bukti pengujian teori lainnya
6. Pengecekkan hasil yang diterima
saat itu dari dugaan aslinya dan yang sekarang dibuktikan kesalahannya.
7. Kontra Contoh menjadi contoh baru – wilayah baru
dari penemuan terbuka.
Dapat dilihat disini bahwa inti filsafat matematika Lakatos adalah sebuah
teori asal usul pengetahuan matematika. yaitu teori praktek matematika dan
teori sejarah matematika. Lakatos tidak menawarkan teori psikologi penciptaan
atau penemuan matematika karena dia tidak menyentuh asal-usul aksioma, definisi
dan dugaan dalam pikiran orang perorang. Fokus dia adalah pada proses yang
merubah penciptaan individu menjadi pengetahuan matematikan public yang
diterima luas, terkait hal tersebut, filsafatnya sama dengan filsafat sains
falsifikasionis-nya Karl Popper, pandangan yang Lakatos sudah ketahui. Popper
(1959) mengemukakan dalil sebuah “logika penemuan ilmiah” dimana dia
berpendapat bahwa sains berkembang melalui proses pembentukan dugaan dan
pembukian keliru. Perbedaannyaa
dalah bahwa Popper focus pada rekonstruksi rasional atau idealisasi teori dan
menolak validitas filsafat dari penerapan model sainsnya ke sejarah. Lakatos,
sebaliknya menolak memisahkan perkembangan teori filsafat pengetahuan dari realitas sejarahnya.
Oleh karena itu kami akan memberikan perhatian pada evaluasi filsafat
empiris-kuasi-nya Lakatos.
Kriteria Cukup dan Empirisme Kuasi
Empirisme kuasi menawarkan penjelasan sebagian tentang pengetahuan
matematika serta asal usul dan dasar kebenarannya. Dalam hal ini Lakatos
menawarkan penjelasan yang lebih luas dibandingkan dengan filsafat matematika
lainnya yang telah kita bahas, jauh melebihi wilayah mereka. Lakatos
menjelaskan pengetahuan matematika sebagai hipotetis-deduktif dan empirik-kuasi
dan memiliki kesamaan dengan filsafat sains-nya Popper (1979). Dia menjelaskan
kesalahan dalam pengetahuan matematika dan memberikan teori tentang asal-usul
pengetahuan matematika. Penjelasan ini mencakup praktek matematika dan
sejarahnya juga.
Karena teori Lakatos untuk
asal usul matematika memiliki banyak kesamaan dengan sains, keberhasilan
penerapan matematika dapat disamakan dengan sains dan teknologi. Memberikan
penjelasan tentang matematika terapan akan menjadi kekuatan terutama untuk
menghadapi pengabaian yang ditunjukan oleh filsafat matematika lainnya (Korbner
1960). Yang terakhir, kekuatan penting dari filsafat matematika Lakatos adalah bahwa
filsafat ini tidak preskriptif (menekankan penerapan metode atau aturan) tetapi
deskriptif (memberikan penjelasan) dan cenderung memberikan gambaran tentang
matematika seperti apa adanya dan bukan seperti apa yang harus dipraktekan
dengan menggunakan matematika.
Terkait dengan kriteria
sebelumnya, empirisme kuasi memenuhi kriteria pengetahuan matematika (i),
aplikasi (iii) dan praktek (iv).
Empirisme kuasi dapat dikritik
berdasarkan pada beberapa alasan.
Pertama, tidak ada
penjelasan tentang kepastian kebenaran matematika.
Kedua, Lakatos tidak menguraikan hakikat dari
objek-objek matematika atau asal-usul objek-objek tersebut.
Ketiga, Lakatos tidak memberikan penjelasan tentang
hakikat atau keberhasilan aplikasi matematika atau keefektifannya dalam sains,
teknologi dan di wilayah lain.
Keempat, Lakatos tidak begitu mengembangkan untuk membawa
sejarah matematika kedalam inti dari filsafat matematikanya.
Kelima, Lakatos tidak dapat memberikan dasar kebenaran
untuk memasukan tesis sejarah empiris ke dalam pendekatan filsafat analitis
dengan menggunakan pijakan yang sama dengan metodologi logis.
Keenam, filsafat matematika empiris-kuasi Lakatos
memberikan alasan yang diperlukan tetapi tidak cukup banyak untuk mengembangkan
pengetahuan matematis.
Ketujuh, tidak ada eksposisi sistematis dari empirisme
kuasi yang dijelaskan secara detail ntuk membantah penolakan terhadap dia.
Publikasi Lakatos tentang filsafat matematika berisi studi kasus historis dan
tulisan polemik.
Secara keseluruhan dapat dilihat disini bahwa kelemahan utama dari
empirisme kuasi adalah penghilangan. Kritik di atas yang diambil dari sudut
pandang yang bersimpati tidak menyingkap kelemahan mendasarnya. Kritik di atas hanya menunjukan perlunya
program penelitian katakanlah untuk mengembangkan empirisme kuasi secara
sistematis dan mengisi celahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar