A. Sifat Tujuan Pendidikan
Fitur penting dari
pendidikan adalah bahwa pandidikan merupakan kegiatan yang disengaja (Oakshott
1967; Hirst dan Peters, 1970). Niat yang mendasari kegiatan ini, dinyatakan
dalam tujuan dan hasil yang diinginkan, merupakan tujuan pendidikan. Sejumlah
istilah berbeda digunakan untuk mengacu pada hasil termasuk maksud (aims), tujuan (goals), target (target)
dan tujuan (objectives). Sejak Taba
(1962), perbedaan dalam pendidikan umumnya digambarkan antara tujuan pendidikan
jangka pendek (objectives) dan tujuan
luas, tujuan jangka panjang dan yang kurang spesifik (aims).
Hirst (1974)
berpendapat bahwa tidak ada yang diperoleh dengan membuat perbedaan, dan lebih
memilih istilah tujuan dengan menggunakan kata objectives. Jadi,
misalnya. entri indeks untuk tujuan
(aims) dalam Hirst (1974) baca ‘see
objectives of education’. Dia berpendapat bahwa
Jadi Hirst, dalam
kesesuaiannya dengan kedua pandangan sistem kurikulum dan psikologi behavioris,
melihat tujuan (aims) dan sasaran (objectives) secara teknis dan normatif.
Mereka adalah sarana dalam mendesain kurikulum rasional, sarana menentukan apa
kurikulum seharusnya. Hal ini adalah pandangan yang tersebar luas di seluruh
literatur tentang teori kurikulum, yang telah digambarkan sebagai asumsi
masyarakat statis, kurangnya konflik, dan ‘akhir dari ideologi' (Inglis, 1975.
Hal. 37).
Namun, spesifikasi
tujuan pendidikan juga dapat menjadi tujuan lain. Tujuan (purpose) tersebut salah satunya adalah kritik dan pembenaran
praktek pendidikan, dengan kata lain, evaluasi pendidikan, baik teoritis atau
praktis. Dalam arti luas, evaluasi pendidikan berkaitan dengan nilai praktek
pendidikan. Sebaliknya, pendekatan teknis dan normatif terhadap maksud (aims) dan tujuan (objectives), dengan memfokuskan pada hasil pembelajaran tertentu,
menerima banyak konteks dan status quo
pendidikan sebagai suatu yang tidak problematis.
Konteks sosial dan politik pendidikan dan pandangan yang diterima dari sifat
pengetahuan dilihat sebagai latar belakang tetap yang padanya perencanaan
kurikulum terjadi. Stenhouse mengakui hal ini.
Terjemahan
dari struktur mendalam (deep
structure) dari pengetahuan ke dalam tujuan perilaku merupakan salah
satu penyebab utama dari distorsi pengetahuan di sekolah seperti yang dicatat
oleh Young (1971a), Bernstein (1971) dan Esland (1971). Penyaringan pengetahuan
melalui analisis tujuan memberikan wewenang dan kekuasaan kepada sekolah atas
siswanya dengan menetapkan batas arbitrary untuk spekulasi dan dengan mendefinisikan
solusi arbitrary terhadap masalah
pengetahuan yang belum terselesaikan. Hal ini menerjemahkan guru dari peran
siswa bidang pengetahuan kompleks kepada versi peran master sekolah yang
disepakati dalam bidangnya.
(Stenhouse,
1975, halaman 86)
Kontra Hirst, kita mempertahankan perbedaan
antara maksud (aims) dan tujuan (objectives) pendidikan, dan fokus pada
yang pertama. Hal ini memungkinkan kita untuk menghindari pengandaian sifat
tidak problematis dari asumsi yang padanya pendidikan berbasis. Hal ini juga
memungkinkan konteks sosial dan pengaruh sosial pada tujuan pendidikan untuk
dipertimbangkan, sebagai kebalikan dari anggapan bahwa hal tersebut tidak
problematis.
Pendidikan adalah
kegiatan yang disengaja, dan pernyataan dari niat yang mendasari merupakan
tujuan pendidikan. Namun niat tidak ada dalam abstrak, dan untuk menganggap
bahwa mereka menyebabkan adanya objetifikasi palsu. Setiap penjelasan tentang
tujuan perlu menentukan kepemilikannya, untuk tujuan dalam Pendidikan merupakan
tujuan dari individu atau kelompok. Sockett mengatakan: "tindakan manusia
yang disengaja harus berdiri di tengah sebuah alasan dari maksud dan tujuan
kurikulum“ (Sockett, 1975, halaman 152, penekanan ditambahkan)
Selain ini, untuk
membahas tujuan pendidikan secara abstrak, tanpa menemukannya secara sosial
merupakan suatu kesalahan asumsi kesepakatan universal, yaitu bahwa semua orang
atau kelompok memiliki tujuan yang sama untuk pendidikan. Williams (1961),
Cooper (1985) dan - - ahli lainnya menunjukkan bahwa hal ini bukanlah
alasannya. Kelompok sosial yang berbeda memiliki tujuan pendidikan yang berbeda
yang berkaitan dengan ideologi yang mendasari dan kepentingan mereka.
Sama seperti kita
perlu mempertimbangkan konteks sosial untuk menetapkan kepemilikan akan tujuan,
juga kita perlu mempertimbangkan konteks ini dalam kaitannya dengan sarana
mencapai tujuan tersebut. Karena mempertimbangkan tujuan pendidikan tanpa
memperhatikan konteks dan proses pencapaiannya merupakan objektifikasi palsu
atas tujuan. Ahli lain juga berpendapat bahwa sarana dan tujuan pendidikan
tidak bisa dipisahkan.
Karena
jenis hubungan logis antara sarana dan tujuan dalam pendidikan, tidaklah
tepat untuk memikirkan nilai-nilai dari sebuah proses pendidikan sebagai
sesuatu yang hanya tercantum pada berbagai pencapaian yang konstitutif dalam
proses menjadi orang berpendidikan. Dalam kebanyakan kasus hubungan logis
antara sarana dan tujuan adalah bahwa nilai dari produk sedemikian rupa muncl
pertamakalinya dalam proses pembelajaran.
(Peters,
1975, halaman 241)
Poin
utama yang dibawa oleh gagasan sarana sebagai tujuan konstitutif adalah,
bagaimanapun, bahwa nilai pertanyaan bukan hanya pertanyaan akan tujuan. . .
Alat mungkin merupakan tujuan konstitutif dari kegiatan (mengajar), dalam
nilai-nilai tertentu yang tertanam dalam kegiatan ini, isinya, dan prosedurnya:
ini mungkin sikap yang merupakan bagian dari apa yang dipelajari (dan apa yang
diajarkan) serta bagian dari metode pengajaran.
(Sockett,
1975, halaman 158)
Tujuan
pendidikan, oleh karenanya, bukan produk akhir yang padanya proses pendidikan
merupakan sarana instrumental. Mereka merupakan ekspresi nilai-nilai dimana
beberapa karakter pendidikan khas yang diberikan, atau yang dianut dari, apa pun
‘cara’ yang sedang digunakan.
(Carr dan
Kemmis, 1986, halaman 77).
Bertujuan
mengekspresikan filsafat pendidikan individu dan kelompok sosial, dan karena
pendidikan merupakan proses sosial yang kompleks, sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan ini juga harus dipertimbangkan. Karena nilai-nilai yang
terkandung dalam tujuan pendidikan harus menentukan, atau setidaknya membatasi,
cara mencapainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar