Tujuan pendidikan matematika
Tujuan
kelompok ini untuk pendidikan matematika adalah penerapan para ahli lama pada
matematika: sebuah perhatian dengan penyebaran ilmu matematika, budaya, dan
nilai. Tujuannya adalah untuk menyebarkan matematika murni, dengan perhatian
pada struktur, tingkat konseptual, dan kekakuan subjek. Tujuannya adalah untuk
mengajar matematika pada nilai intrinsiknya, sebagai sebuah bagian pusat
warisan manusia, budaya, dan penghargaan intelektual. Keperluan ini membawa
siswa menyadari dan menilai dimensi keindahan dan estetika matematika murni, di
luar campur tangan pada pembelajarannya. Sebuah tujuan tambahan yang penting
adalah pendidikan dari ahli matematika murni di masa depan, yang mengenalkan
unsure keelitan.
Teori pengetahuan matematika
sekolah
Matematika
sekolah dimengerti sebagai, kedisiplinan diri, sebuah kemurnian, struktur
hirarkis tubuh penghidupan-diri dari pengetahuan objektif. Atas nama hirarki,
matematika semakin murni, kaku, dan abstrak. Siswa didukung untuk mencapai
hirarki ini sejauh mungkin, sesuai ‘kemampuan matematika’ mereka. Selama mereka
berusaha mencapainya, mereka akan semakin dekat dengan matematika ‘sejati’,
subjek diajar dan mempelajarinya pada tingkat perguruan tinggi.
Teori ini
dilengkapi dalam berbagai buku matematika dan skema, walaupun bergabung dengan sedikit
perspektif murni lainnnya. Sehingga struktur hirarki unik ditemukan dalam
berbagai buku dan skema kerja, seperti buku dan skema proyek sekolah matematika
pada 1960-an dan 1970-an.
Teori pembelajaran matematika
Teori pembelajaran
memperhatikan persepsi dan pengertian dalam arti luas, secara logika
terstruktur oleh bagian pengetahuan matematika, dan bentuk pemikiran bergabung
dengannya. Pembelajar sukses memasukkan struktur berkonsep murni matematika:
sebuah jaringan hirarki dari konsep dan dalil yang dihubungkan oleh penghubung
logika, hubungan matematika dan ide pokok, melihat organisasi matematika.
Dipelajari dengan baik, ilmu matematika memperkenankan pelajar untuk
menyelesaikan masalah dan memecahkan teka-teki matematika. Siswa diharapkan
datang dengan metode dan pendekatan yang berbeda, dalam penerapan ilmu ini,
sesuai dengan bakat dan kecerdikan mereka.
Teori pengajaran matematika
Peraturan
guru, menurut perspektif ini, adalah sebagai pengajar dan penjelas,
menghubungkan struktur matematika dengan penuh arti. Guru harus mengilhami
melalui sebuah pengantar pembangkit, seharusnya memperkaya ilmu matematika
dengan masalah tambahan dan kegiatan tambahan, menyesuaikan pendekatan struktur
buku. Sebaiknya, berbagai macam pendekatan, demonstrasi, dan aktivitas
dikerjakan untuk memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran dan pengertian.
Mengajar memerlukan ahli-hubungan siswa yang ramah; ahlinya, penguasa
pengetahuan, menyebarkannya pada siswa, seefektif mungkin. Sehingga menurut
Hardy:
Pada matematika terdapat
sebuah hal utama yang penting, yaitu guru harus membuat percobaan nyata untuk
mengajar subjek yang dia ajar sebaik mungkin, dan harus menjelaskan secara
terperinci kebenaran kepada siswanya hingga batas kesabaran dan kapasitas
mereka.
(Menteri Pendidikan,
1958, halaman iii)
Secara keseluruhan, etosnya yaitu
bahwa ‘mengajar matematika’, sebagai lawan dari ‘mengajar anak-anak’; sekolah
kedua tradisional lebih dari etos sekolah utama modern.
Teori sumber pendidikan
matematika
Ideologi Purist
cenderung melarang pandangan sumber-sumber yang tepat untuk sekolah matematika.
Buku dan bantuan tradisional untuk pembangunan matematika murni diakui, seperti
penggaris dan jangka. Kalkulator elektronik dan computer mungkin digunakan
sebagai peralatan dalam matematika, tapi hanya pada siswa tingkat atas yang
telah menguasai konsep dasar. Peraga, alat bantu, dan sumber digunakan guru
untuk memotivasi atau memfasilitasi pengertian. Bagaiamanapun, sumber
penjelasan ‘secara langsung’ bagi siswa merupakan pekerjaan yang berguna,
mempelajari matematika ‘nyata’ sangat tepat bagi tingkat dasar belajar
matematika dan juga untuk matematika murni.
Teori kemampuan matematika
Menurut pandangan
ini, bakat matematika dan kecerdasan pikiran diwariskan, dan kebiasaan yang
berhubungan dengan matematika dapat diidentifikasi dengan kecerdasan murni. Ada
sebuah penyebaran hirarki kemampuan matematika, dari puncak kecerdasan
matematika, menuju ketidakcakapan secara matematis, di dasar. Mengajar hanya
membantu siswa menyadari potensi menurun mereka, dan ‘jiwa matematika’ akan
bersinar bersamanya. Pembekalan pendidikan diperlukan untuk bakat matematika,
agar memungkinkan mereka menyadari secara keseluruhan bakat ini. Kemampuan
matematika sejak anak-anak berubah sangat hebat, mereka butuh diajar matematika
di sekolah. Hal ini adalah sebuah teori kaum elit tentang kemampuan matematika,
dilihat sebagai hiraki dan percontohan, serta menilainya pada puncak tertinggi.
Teori penilaian pendidikan
matematika
Menurut teori ini,
bentuk penilaian pendidikan matematika melibatkan sebuah jarak metode, namun
penilaian sumatif membutuhkan ujian tambahan. Hal ini harus berdasarkan pada
sebuah pandangan hirarki terhadap bahan subjek matematika, dan pada sejumlah
tingkat, sesuai dengan ‘kemampuan’ matematika. Meskipun sulit, kehebatan bakat
matematika akan tetap bersinar, dan langkah apapun untuk membuat ujian lebih
mudah atau sedikit memerlukan usaha siswa, harus menunjukkan sebuah pelemahan
standar. Kompetisi dalam ujian memberikan sebuah cara untuk mengidentifikasi
ahli matematika yang terbaik.
Teori perbedaan sosial dalam
pendidikan matematika
Matematika
dinpandang sebagai kemurnian dan tidak berhubungan dengan permasalahan sosial,
sehingga tidak ada ruang yang diizinkan untuk jalan perbedaan sosial. Matematika
bersifat objektif, dan mencoba memperlakukannya sebagai manusia untuk tujuan
pendidikan, meskipun bertujuan baik, menyetujui dasar dan kemurniannya (Ernest,
1986, 1988b). Untuk anggota masyarakat yang tidak dapat mengatasinya karena
perbedaan kemampuan atau latar belakang, obat yang lebih kecil dibutuhkan,
mungkin menawarkan jalan hanya kepada jenjang terbawah dari jenjang hirarki
matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar